Catatan Syawwal 1443H – Menggali Hikmah Kemuliaan Masjid Al-Aqsho (I)

BismilLah.

Masjid
Al-Aqsho Adalah Qiblat Pertama Ummat Islam


Keyakinan diatas berdasarkan QS.Al-Baqoroh 142 sbb:



سَيَقُولُ
السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ
عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا
عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ


(Artinya)
: Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata:
“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya
(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?”
Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”.



Apa
hikmahnya?


1).
Bahwa RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam melaksanakan sholat dengan
menghadap ke arah Baytul Maqdis sepanjang 14 tahun, terhitung dari
masa kenabian beliau sepanjang 22 tahun lamanya. Keterangan detil : yakni selama beliau berada di Makkah 13 tahun
hingga beliau hijroh ke Madinah, ditambah 16 bulan
saat beliau sudah berada di Madinah. Sepanjang 14 tahun lamanya berarti lebih dari
separuh masa kenabian, beliau diperintahkan oleh Alloh ‘Azza wa Jalla
untuk berqiblat ke Baytul Maqdis di negeri Filasthin. Setelah itu barulah
beliau diperintahkan untuk berpindah qiblat ke Baytul ‘Atiq di negeri Hijaz.




2).
Bahwa Ahli Kitab merasa sangat iri hatinya kepada Muslimin karena
adanya tiga hal, yakni (a).Benarnya penetapan hari (raya) Jum’at,
(b).Benarnya penetapan arah qiblat (di Makkah), dan (c).Semaraknya
ucapan “Aamiin” (bagi makmum) di belakang Imaam shalat. Hal ini
berdasar hadits dari ‘Aisyah rodhiyalLohu ‘anha.




Mari perhatikan kalimat : “Benarnya penetapan arah qiblat (di
Makkah)”. Berdasar QS.Al-Baqoroh 144, Alloh Ta’ala menyatakan
bahwa Ahli Kitab benar-benar mengetahui kebenaran qiblat itu.



قَدْ
نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ
فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ
أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ


(Artinya)
: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.



Dan
dalam QS.Al-Baqoroh 146, Alloh Ta’ala menegaskan bahwa Ahli Kitab
mengenal Nabi Muhammad shollalLohu ‘alayhi wa sallam seperti mengenal
anak-anak mereka sendiri.



الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ
وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ
الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ


(Artinya)
: Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab
(Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal
anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka
menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.




Selama 14 tahun beliau “dipaksa” (dalam tanda kutip) oleh
Alloh ‘Azza wa Jalla agar berqiblat ke Baytul Maqdis dalam rangka
meyakinkan Ahli Kitab : bahwasanya Muhammad bin ‘AbdulLoh adalah benar
seorang Nabi yang mereka kenal sejak masa kecil hingga dewasa, dan
beliau pun berqiblat ke arah yang sama dengan mereka. Namun kebanyakan dari
Ahli Kitab tidak juga beriman sepanjang masa itu, sehingga Alloh Ta’ala
turunkan perintah untuk berpindah kepada qiblat yang benar, BaytulLoh
yang pertama di kota Makkah.



Perpindahan qiblat tersebut sekaligus menandaskan isyarat : bahwasanya
qiblat orang-orang beriman sudah berganti, dari qiblat-nya Ahli Kitab
kepada qiblat-nya Muslimin. Demikian juga kepemimpinan orang-orang
beriman, sudah berganti dari kepemimpinan Ahli Kitab (yakni Bani
Isroil, yang mana suku Quroisy pun mengakui keilmuan mereka) kepada
kepemimpinan kaum Muslimin (yakni RosululLoh, yang kemudian dilanjutkan oleh para Kholifah, yang kebanyakan
manusia tunduk atas kepemimpinannya). WalLohu a’lam.