Nasihat Robi’ul Awwal 1440H – Aktifitas Makan Sebagai Pelancar Masuk Jannah

BismilLah.

Assalamu’alaykum.
Nasihat Imaamul Muslimin hafizhohulLoh saat di Bayt Waliyul Imaam, Muhajirun, Jum’at pagi tgl.01 Rob.Awwal 1440H/09 Nop 2018M sbb:

– Makan itu kita niyatkan sebagai ibadah sehingga ada ganjarannya.

– Ada 5 hal kebaikan dalam makan, yakni :

A). Makan sebagai bentuk ibadah, karena makan dan minum itu telah diperintahkan oleh Alloh Ta’ala, yakni dalam QS.Al-A’rof 31. Syaratnya adalah jangan berlebihan, sedangkan pantangan makanan itu tidak ada.

B). Makan sebagai penggugur dosa, hal ini karena adanya do’a setelah makan. Syaikh ‘Abdulloh Fadhil ‘Ali Siroj rohimahulLoh mengajarkan agar kita berdo’a berdasar HR.Abu Dawud no. 4043 sbb:
“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghoiri haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Alloh yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.”

C). Makan (tepatnya memberi makan) sebagai pelancar masuk Jannah, hal ini berdasar hadits tentang Hushoin bin Salam, tadinya ia adalah seorang ulama Yahudi, yang ketika masuk Islam berganti nama menjadi ‘Abdulloh bin Salam. Haditsnya yakni:
“…Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrohim, sholatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.” (HR.Tirmidzi no. 2485)

D). Makan sebagai tanda bersyukur karena apa pun yang diciptakan oleh Alloh Ta’ala sebagai makanan manusia, maka harus dimakan, jangan dipantang (tidak dimakan). Bila Alloh Ta’ala sudah tumbuh-kembangkan makanan, baik dari golongan hewan maupun tumbuhan, tetapi manusia tidak mau memakannya maka ia seakan menjadi sia-sia (rujuk QS.Al-Baqoroh 168).

E). Makan sebagai sarana silaturohim, karena merupakan sunnah Nabi untuk berbincang saat makan, yakni membicarakan hal kebaikan. Dengan berbincang maka suasana menjadi akrab dan menyenangkan. Hal ini disepakati oleh para ulama (rujuk Adab Syar’iyyah, 3/177). Bahkan praktek semacam ini bnyk digunakan oleh para diplomat untuk melobi kepentingan mereka.

# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfaat dan mohon maaf atas segala kekurangan.