Nasihat Robi’ul Awwal 1440H – Perceraian Orang Beriman

BismilLah.

Assalamu’alaykum.
Lanjutan tilawah QS.Al-Ahzab 49 (catatan ini sengaja dipisahkan dari sesi sebelumnya) bersama Imaamul Muslimin hafizhohulLoh pada Senin ba’da Shubuh, tgl.18 Robi’ul Awwal 1440H / 26 Nop 2018M di Masjid At-Taqwa Cileungsi – Bogor sbb:

– Ayat 49 ini jarang dikaji sehingga banyak muslimin yang tidak memahami bagaimana perceraian menurut Al-Quran dan As-Sunnah.

– Ayat ini diawali dengan seruan kepada orang-orang yang beriman, yakni “apabila kamu menikahi perempuan mukmin”, karena di ayat lain diterangkan bolehnya lelaki mukmin menikahi perempuan ahli kitab, walaupun menikah dengan perempuan mukmin tentu lebih selamat.

– Selanjutnya ayat ini membahas tentang perceraian sebelum suami mencampuri istri (jima’) setelah menikah. Tetapi harap diingat bahwa ini adalah bahasa ahli tafsir. Sebagian ahli tafsir lain tetap berpegang pada kata asalnya yakni “tamassuuhunna” artinya menyentuh, baik sebagian kecil badan (bhs daerah : colek, towel) ataupun sebagian besar (menyikap, memeluk), bukan bercampur (jima’).

– Ayat ini memberikan pemahaman bahwa boleh bercerai setelah menikah karena ada hal tertentu yang menjadi penyebabnya, misalnya : ada cacat calon istri yang tidak disampaikan kepada calon suami sehingga ketika selesai menikah, suami merasa tertipu.

– Perceraian seperti diatas tidak memerlukan ‘iddah (waktu tunggu) bagi perempuan yang dicerai, sehingga dirinya bisa menikah lagi dengan lelaki lainnya. Lain halnya bila suami yang telah menikahi dirinya ditaqdirkan wafat sebelum mereka berdua bercampur (jima’), maka sang istri tetap ‘iddah (selama 4 bulan 10 hari -hijriyah-) baik sebagai bentuk penghormatan kepada suami atau untuk meredakan rasa sedihnya ditinggal wafat suami. ‘Iddah yang akhir ini berdasarkan ijma’ ulama.

– Bagian akhir ayat menjelaskan bahwa suami hendaknya memberi mut’ah, yakni pesangon (yang menyenangkan hati, seperti 2 potong kain atau baju) atau separuh mahar. Jadi istri yang dicerai itu tidak dibiarkan begitu saja. Dan diperintahkan agar sang istri dilepas dengan sebaik-baik pelepasan, termasuk kebaikan adalah dengan mengantar kembali si istri kepada keluarga besarnya.

# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfaat dan mohon maaf atas segala kesalahan yang ada