BismilLah.
Artikel ke-6
-Kajian kali ini : “Masjid Al-Aqsho berada di sisi tenggara kota Baytul Maqdis.”
– Situs mulia ke-3 ummat Islam ini berada di dalam kota Baytul Maqdis, maka benar bahwasanya tidak dapat dipisahkan pembahasan antara masjid dan kota nya. Sebagaimana tidak dapat dipisahkan antara masjid Al-Harom dan Makkah, begitu pula masjid Nabawiy dan Madinah. Dan demikianlah yang disampaikan oleh RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam.
– Luas kompleks Masjid Al-Aqsho adalah 14,4 hektar atau 1/6 luas kota Al-Quds. Sekira 200 bangunan dalam kompleks tersebut dibangun oleh para pemimpin muslimin di berbagai masa. Banyaknya bangunan disana menandakan adanya perhatian besar muslimin dari masa ke masa atas situs mulia tersebut, sejak Fath Al-Quds di masa Kholifah ‘Umar bin Khoththob hingga Kholifah Sulayman al-Qonuni (Khilafah Utsmaniyyah).
– Posisi masjid Al-Aqsho berada di sisi pojok tenggara kota, menjadikan tembok selatan dan timur kompleks masjid sebagai tembok kota. Tembok kota Al-Quds sendiri telah beberapa kali dibangun kembali (renovasi), baik karena kegiatan perbaikan setelah gempa bumi maupun perintah membangun setelah ada pembongkaran.
– Tembok kota, kompleks masjid, bahkan gerbang masjid menjadi ciri keberadaan Masjid Al-Aqsho di masa hidup Nabi Muhammad shollalLohu ‘alayhi wa sallam saat Isro. Beliau membuktikan hal tersebut (ciri kota dan masjid) kepada kaumnya ketika Abu Jahal (dengan tujuan mengejek) meminta beliau menceritakan peristiwa tersebut secara terbuka.
– Kota Baytul Maqdis dibagi menjadi 4 perempatan (quarter, bagian), yakni : 1/4 bagian sisi timur-selatan untuk Yahudi, 1/4 bagian sisi barat-selatan untuk Kristen Armenia, 1/4 bag sisi utara-timur untuk Muslim dan 1/4 utara-barat untuk Kristen. Masing-masing bagian memiliki rumah ibadah sesuai agamanya. Pada masa Umawiyah, batas-batas antar bagian dibuat tidak kentara sehingga seakan-akan menyatu.
– Toleransi beragama bahkan terlihat menonjol ketika Kholifah Sulayman Al-Qonuni (Utsmaniyyah) memimpin muslimin. Keberadaan masjid, gereja dan sinagog dalam satu ruas jalan utama sebuah kota menjadi ciri khas toleransi muslimin kepada pemeluk agama lainnya di masa itu. Fanatisme yang berujung pada pelarangan kegiatan ibadah agama lain, bukanlah ciri syari’at Islam. Akhlaq toleransi agama telah dimulai sejak awal dakwah Muhammad RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam.
– Toleransi ini pula yang diteriakkan oleh Zionis Israel kepada Dunia, dalam rangka memikat hati dan pikiran manusia agar tertarik kepada agama Yahudi, baik sebagai pemeluknya maupun sebagai pendukung nya. Tetapi kenyataan riil membuktikan bahwa Yahudi justru menghalangi kegiatan ibadah muslimin, bahkan melarang juga ibadah kristiani, dengan segala cara dan kelicikan mereka. WalLohu a’lam.
Rujukan :
20090207_Baytul-Maqdis-Lengkap hal.9
20070924_2000-The-Holy-Land-Jerusalem-and-AlAqsa-Mosque hal.1, 5
20051208_the-farthest-mosque-islamic-awareness hal.13
AlhamdulilLah. Jumadil Akhiroh 1440H.
Akhukum filLah, Hadi Sumarsono
Korbid.Sosialisasi Al-Aqsa Working Group