BismilLah.
Catatan nasihat Imaamul Muslimin : Ust. Yakhsyallah Mansur pada ba’da Shubuh hari Selasa, 04 Muharrom 1445H / 10 Juli 2024M di Masjid An-Nubuwwah, Natar – Lampung sbb:
- Kali ini kita akan melanjutkan pembahasan kaidah ke-7 dalam tazkiyatun nafs, yakni : “Banyak Mengingat Mati”.
- Mati itu sendiri terbagi lima :
1). Mati hati, yakni hati yang mengingkari adanya AlLoh Ta’ala dan hari Qiyamat. Diantara orang yang mati hatinya itu ya Netanyahu (PM Israel), yang saat ini memimpin genosida atas rakyat Palestina di Gaza. Tidak ada sama sekali dalam dirinya rasa belas kasih kepada sesama manusia.
2). Mati pikiran, yakni orang yang tidak menghadiri majlis taklim, sehingga ia seperti mayat hidup yang berjalan karena tidak mau belajar dan tidak memahami agama Islam.
3). Mati sementara, yakni saat manusia tidur, maka RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam mencontohkan kepada kita untuk mempersiapkan secara seksama dengan berwudhu’ dan berdo’a sebelum tidur.
4). Mati sebagian (parsial), yakni kondisi tubuh kita yang berkurang fungsi-nya seiring bertambahnya usia. Mungkin dimulai dari rambut yang beruban, mata yang kurang fokus, telinga yang kurang peka, punggung mudah pegal, dsb.
5). Mati secara medis, yakni mati yang haqiqi berupa berpisahnya ruh dari badan manusia. - Ciri orang mati yang utama adalah tidak bisa diperingatkan, sebagaimana RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam yang pernah mendatangi mayat orang-orang kafir dan menanyakan kepada mereka, apakah mereka telah mendapatkan apa yang dijanjikan oleh tuhan-tuhan yang mereka sembah selama ini? Ya, walaupun mereka sudah mati tapi mayat bisa mendengar, sedangkan tidak lagi berguna peringatan apapun bagi mereka.
- Sebagian muslimin boleh jadi mati hatinya karena tidak melaksanakan sholat Shubuh, padahal ia telah diberi peringatan berupa adzan.
- Pun sudah diperingatkan dengan adanya kematian parsial yang bertahap, nampak jelas dan bisa dirasakan, tapi kebanyakan manusia enggan memperhatikan keadaan tersebut.
- Mushonnif (penyusun) membawakan dalil QS. Al-Hasyr ayat 18, yang memerintahkan kita agar mempersiapkan bekal diri (nafsun) untuk esok hari (akhirot).
- Kholifah ‘Umar bin Al-Khoththob suatu ketika melewati sebuah biara, sedangkan didalamnya ada seorang rahib nasrani yang memiliki banyak bekas ibadah di tubuhnya, beliau teringat dan membaca QS. Al-Ghosiyah ayat 3-4, yang artinya “Rajin beramal lagi kepayahan, namun mereka memasuki Neraka yang sangat panas.” Lalu beliau menangis ! [Tafsir Al-Quran Al-Azhim li Imam Ibnu Katsir]
- Hikmah kematian, sebagaimana dituliskan Imam Al-Ghozali :
a). Agar manusia bisa mendapatkan balasan amalnya,
b). Ia adalah jalan masuk menuju Surga,
c). Saatnya manusia diberikan waktu istirahat,
d). Menghilangkan taklif (beban ibadah) dari si mayit, dan
e). Menghilangkan derita semasa hidupnya di Dunia
[Ihya Ulumiddin li Imam Al-Ghozali]. - Mati adalah merupakan batasan waktu antara menyiapkan perbekalan dan menikmati balasan atas amal perbuatan semasa hidup.
- Mushonnif menuliskan :
“Betapa banyak orang yang keluar dari rumah dengan mengendarai mobil, lalu dia kembali dengan terbungkus kain kafan. Betapa banyak orang yang berkata kepada istrinya, “Siapkan makanan untukku…”, lalu dia meninggal dan belum sempat memakannya. Betapa banyak orang yang memakai pakaian dan mengancingkan bajunya, lalu yang melepas kancing berikutnya adalah orang yang memandikan jenazahnya.” - Dengan mengingat kematian, hati yang lalai menjadi tersadar, hati yang mati menjadi hidup, hamba kembali mau menghadap kepada AlLoh Ta’ala, serta hilanglah sikap lalai dan berpaling dari ketaatan kepada AlLoh ‘Azza wa Jalla.
Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada