Nasihat Sya’ban 1441H – Bolehkah Menutup Masjid?

BismilLah.

Assalamu’alaykum.

Tilawah QS. Al-Hajj ayat 78 bersama Imaamul Muslimin dan Syaikh Mahmud hafizhohumalLohu Ta’ala pada hari Senin ba’da Shubuh, 12 Sya’ban 1441H / 06 April 2020M di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Al-Muhajirun, Natar – Lampung sbb:

– Kalimat awal pada ayat ini termasuk yang jarang Alloh Ta’ala gunakan, didalamnya ada pengulangan kata (dasar) yang sama, yakni “wa jaahiduw filLaahi haqqo jihaadihi”.

– Kalimat berikutnya bahwa Alloh Ta’ala telah memilih Muhammad sebagai Rosul-Nya secara khas, dan juga ditujukan secara umum kepada manusia yang menjadi muslim (masuk Islam).

– Kalimat berikutnya bahwa Alloh Ta’ala tidaklah menjadikan kesukaran dalam agama (wa maa ja’ala ‘alaykum fid diini min haroj). Poin inilah yang akan kita bahas lebih mendalam, insya Alloh.

– Kalimat “wa maa ja’ala ‘alaykum fid diini min haroj”, titik beratnya adalah “fid diin” (dalam agama atau khas agama), maka apapun yang akan kita (muslim) lakukan tidak boleh menyalahi rambu-rambu tersebut. Walaupun kita anggap bahwa akal mampu menjawab problema yang ada, tetapi saat bicara hal terkait agama maka harus kembali kepada aturan agama, tidak boleh ditimbang dengan akal. Misal : Imaam sampaikan bahwa para makmum tidak boleh keluar dari masjid, maka makmum harus tahu mana saja batas masjid yang dimaksud, sehingga mereka tidak keluar daripadanya. Demikian pula agama Islam ini, harus diketahui mana saja batasannya sehingga ulama tidak mengeluarkan fatwa yang keluar dari aturan agama dan condong fatwanya berdasar akal.

– Kalimat “wa maa ja’ala ‘alaykum fid diini min haroj” setimbang dengan “yuriidulLoohu bikumul yusro wa laa yuriidu bikumul ‘usro” (Alloh menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, QS.Al-Baqoroh 185), yang juga setimbang dengan “laa ikrooha fid diin” (tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam, QS.Al-Baqoroh 256).

– Kalimat “yuriidulLoohu bikumul yusro wa laa yuriidu bikumul ‘usro” diwujudkan dalam syari’at sebagai keringanan bagi seorang muslim dalam kondisi tertentu. Misal : tidak mampu melaksanakan sholat dengan berdiri, maka bisa dilakukan sholat dengan duduk. Hal keringanan tersebut tidak boleh ditimbang dengan akal manusia, untuk memutuskan bagaimana pelaksanaan sholatnya, karena bila hal itu dilakukan, justru akan keluar dari aturan agama Islam.

– Kalimat “laa ikrooha fid diin” jangan ditafsirkan sekehendak nafsu kita, karena akan menyalahi syari’at. Yang dimaksud “tdk ada paksaan” adalah tidak boleh memaksa seseorang masuk ke dalam agama Islam. Adapun setelah seseorang berada di dalam Islam, maka syari’at memaksa seorang muslim untuk tho’at kepada perintah Alloh dan Rosul. Misal : perintah berjilbab, ini adalah syari’at Islam, jangan lantas menggunakan ayat itu sebagai dalih untuk penolakan jilbab.

– Dijelaskan dalam banyak hadits RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bahwa agama Islam itu mudah, tetapi jangan juga disalah-gunakan untuk kemudian memudah-mudahkan diri, sehingga akal menggantikan syari’at.

– Dalam mengambil sebuah keputusan atau fatwa, setidaknya perlu mengetahui 4 hal sbb:

I). Apakah hal tersebut (yang sedang dibahas adalah) menyeluruh atau bagian dari syari’at?

II). Apakah hal tersebut merupakan hukum umum atau hukum khas dari syari’at?

III). Apakah hal tersebut termasuk bid’ah dalam syari’at?

Untuk membedakan sesuatu hal itu sebagai bid’ah atau tidak, maka kita perlu tengok : (1). Apakah pernah dilakukan oleh RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam? (2). Apakah pernah dilakukan oleh (empat) Kholifah sesudah RosululLoh? (3). Apakah hal tersebut sudah ada/wujud di masa RosululLoh dan Khulafaur Rosyidin?

IV). Apakah hal tersebut termasuk dalam tujuan (ditegakkan) syari’at?

Menurut Imam Syathibi, ada 5 tujuan syari’at ditegakkan yakni : (1). Melindungi agama, (2). Melindungi jiwa, (3). Melindungi akal, (4). Melindungi harta, (5). Melindungi nasab/keturunan. Kelima tujuan syari’at tersebut berurutan bobotnya, tidak dapat saling digeser posisinya, kecuali poin ke-4 dan 5 yang diperselisihkan sebagian ulama, mana diantara keduanya yang lebih besar bobotnya/penting.

– Salah satu soal yg mengemuka hari ini adalah : “Bagaimana hukumnya menutup masjid?” Maka jawabannya adalah : “Boleh, bilamana ia (masjid) melanggar 5 tujuan syari’at diatas.

– Nasihat : Seyogyanya para santri di Pesantren belajar banyak hal terkait hukum syari’at, tidak hanya mencukupkan diri dengan menghafal Al-Quran, bisa baca Kitab Kuning, tapi terus menggali keilmuan Islam, sehingga mampu mengetahui syari’at Islam secara luas.

# Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon maaf atas segala kekurangan