Catatan Romadhon 1445H – Mengasah Rasa Mendulang Hikmah Puasa

BismilLah.

Catatan kuliyah tujuh (belas) menit ba’da sholat ‘Isya pada 09 Romadhon 1445H / 18 Maret 2024M di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun, Desa Negararatu, Natar – Lampung sbb:

  • Setelah membaca tahmid, sholawat dan QS. Al-Baqoroh ayat 183…
  • Kultum kali ini sengaja kami beri judul “Mengasah Rasa”. Kata “mengasah” berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “menggosok pisau supaya tajam, melatih pikiran supaya cerdas.” Tapi mengapa kali ini kita bicara tentang “Mengasah Rasa?”

= Dua Kegembiraan bagi orang yg berpuasa

وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ

“…Bagi orang yg berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa / berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya…(dg amalan puasa)” (HR. Bukhoriy 7492)

Diantara faidah hadits tersebut :

  • Dua kegembiraan yang disebutkan itu sebenarnya adalah gambaran Dunia dan Akhirot.
  • Saat berpuasa maka makanan dan minuman (yang umum diidentikkan dengan Dunia) yang semula “berasa” dekat maka tiba-tiba seakan menjauh.
  • Sedangkan Al-Quran dan masjid (yang umum diidentikkan dengan Akhirot) yang semula (sebelum Romadhon) “berasa” jauh maka tiba-tiba seakan mendekat.
  • Puasa ternyata “mengasah rasa” di dalam pikiran dan dada kita semua, agar tahu manakah hal yang semu dan mana hal yang hakiki.

Untuk lebih menyimak bagaimana generasi ummat Islam mengasah rasa maka kami bawakan beberapa kisah…

= Kisah-1 : Para Shohabat Mampu Mengasah Rasa

لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا، وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا

Dalam sebuah khutbah, RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, kalian benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhoriy 4621)

  • Apa yang terjadi pada saat itu? Anas bin Malik –perawi mengatakan-, “Maka para shohabat RosulilLah shollalLohu ‘alayhi wa sallam menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan.” Ternyata para shohabat berusaha “mengasah rasa”.
  • Apakah para shohabat Nabi tahu apa yang dilihat oleh beliau? Tidak! Tetapi mereka tetap menangis, dan shohabat yang muda pun berusaha menangis. Itulah gambaran bagaimana para shohabat saat berusaha mengasah rasa!
  • Apakah keadaan kita juga demikian saat mendengarkan sabda RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam yang menyingkap tentang Hari Akhir? Maka puasa Romadhon inilah saatnya kita mengasah rasa!

= Kisah-2 : Bagaimana Generasi Salaf Mengenali Ulama Mereka

Dari Qosim bin Muhammad diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Kami pernah bepergian bersama Ibnul Mubarok. Seringkali terlintas dalam pikiranku, “Dengan apa gerangan lelaki ini diutamakan atas diri kami, sehingga ia demikian terkenal di khalayak ramai? Kalau dia sholat, kami juga sholat. Kalau dia puasa, kami juga puasa. Kalau dia berjihad (qital/berperang), kami juga berjihad. Kalau dia berhajji, kami juga berhajji.”

Qosim melanjutkan, “Dalam suatu perjalanan kami kemudian, ketika kami sampai di negeri Syam pada suatu malam, kami makan malam di sebuah rumah, tiba-tiba lampu (minyak) padam. Maka salah seorang diantara kami segera bangkit mengambil lampu lain (keluar beberapa saat untuk mencari lampu pengganti, setelah keadaan terang), tiba-tiba kulihat wajah dan jenggot Ibnul Mubarok sudah basah oleh airmata.

Aku berkata dalam hatiku sendiri, “Dengan rasa takut (taqwa) inilah lelaki ini diutamakan atas diri kami. Mungkin ketika lampu padam, keadaan menjadi sangat gelap, dan dia teringat akan Hari Qiyamat.”

  • Coba kita tanya pada diri sendiri, apa yang terbayang dalam pikiran kita saat gelap gulita menutup sekeliling? Apakah ribut mencari lampu pengganti seperti kisah diatas?
  • Ibnul Mubarok ternyata segera “mengasah rasa”, sehingga beliau mampu mendekatkan yang jauh (suasana Hari Qiyamat) dan menjauhkan yang dekat (suasana Dunia saat itu), dan menangis…
  • Yang patut kita ingat adalah : hanya karena mati lampu dan gelap gulita maka keadaan manusia menjadi gelisah, maka bagaimanakah lagi bila manusia menghadapi Hari Pembalasan?

= Kisah-3 : Hadirnya Muslimin Palestina di Masjid Al-Aqsho

  • Ketika salah seorang Imaam Masjid Al-Aqsho hadir disini, Dusun Muhajirun, yakni : Syaikh Mustafa At-Tawil, beliau berpesan agar muslimin Indonesia datang ziyarohi masjid mulia ketiga ummat Islam itu.
  • Pesan beliau itu tidak salah, bahkan sudah selaras dengan hadits RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam : La tusyaddur rihal illa ila tsalatsati masajid : masjidil Harom, wa masjidir Rosul wa masjidil Aqsho (HR. Bukhoriy 1189).
  • Beberapa hari lalu ada kabar bahwa jama’ah sholat di Masjidil Aqsho mencapai jumlah 40 ribu, hampir tak bisa dipercaya sehingga ada seorang ikhwan bertanya : Bagaimana mereka bisa masuk ke Masjidil Aqsho?
  • Kita coba “mengasah rasa” dengan bertanya :
    — Bagaimana muslimin Palestina harus hadir dua jam sebelum waktu sholat untuk jalani pemeriksaan oleh pasukan Zionis Israel?
    — Bagaimana muslimin Palestina harus menjalani pemeriksaan ketat dan siap diusir (bila tidak lolos), atau dipukuli (bila ngotot ingin masuk masjid), atau ditahan (bila dianggap teroris), atau ditembak mati (bila dianggap membahayakan)?
    — Dan bagaimana muslimin Palestina siap syahid saat memasuki Masjidil Aqsho! (Ini jawaban-nya bila kita memahami hadits-hadits keutamaan situs tersebut)

= Kisah-4 : Mentimun Yang Luar Biasa

  • Lalu bagaimana kondisi Muslimin di Gaza? Masjid banyak yang dihancurkan sehingga muslimin terpaksa sholat di jalanan.
  • Rumah warga di bombardir sehingga mereka tinggal di kemah-kemah. Mungkin saja warga Gaza sudah berpuasa bahkan sebelum tiba bulan Romadhon, karena sulitnya mendapatkan makanan dan minuman. Lima bulan berlalu dan perang masih berlangsung!
  • Baru saja ada kabar satu mentimun (satu buah, bukan satu karung) berhasil diselundupkan oleh seorang supir truk, lalu mentimun itu diberikan kepada seorang Ibu, kemudian mentimun itu pun disampaikan kepada keluarga anak sang Ibu, dan mentimun itu hendak dimasak untuk hidangan berbuka. Tunggu dulu, ternyata mentimun itu perlu dibelah dua, satu belahan untuk keluarga itu dan satu belahan untuk tetangganya yang juga sangat memerlukan makan!
  • Kalau saja puasa itu dianggap sebagai bentuk pembelajaran bagaimana seseorang bisa merasakan nasib orang miskin, maka bagaimana kondisi kita di Indonesia saat ini bila disandingkan dengan muslimin di Gaza? Marilah “mengasah rasa” agar kita benar-benar merasakan hikmah puasa…
  • Pesan kami : Jangan pernah lupakan do’a kita untuk muslimin Palestina di waktu-waktu mustajabah !

AlhamdulilLah, demikian kultum ini kami sampaikan, semoga bermanfa’at dan mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.