
BismilLah.
Nasihat Imaamul Muslimin : Ust. Yakhsyallah Mansur pada ba’da Shubuh hari Senin, 24 Romadhon 1446H / 24 Maret 2025 di Masjid An-Nubuwwah, Natar – Lampung sbb:
- QS. Al-Baqoroh 187, yang merupakan rangkaian dari ayat-ayat tentang puasa Romadhon, memberitahukan adanya kebutuhan dasar manusia, yakni : makan, minum dan seks.
- Bila mengacu pada ahli psikologi Abraham Maslow, yang melahirkan Teori Hirarki Kebutuhan, maka manusia memiliki lima tingkat kebutuhan. Yakni : (1). Fisiologis : makan, minum, seks (dan tempat tinggal), (2). Keamanan (dan perlindungan), (3). Hubungan sosial (rasa cinta dan persahabatan), (4). Egoistik (pengakuan dan penghargaan diri), (5). Aktualisasi diri (menggapai cita-cita)
- Menurut kami, pendapat Maslow itu sejalan dengan ayat ke-187, terutama tentang kebutuhan dasar manusia. Ketika hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh manusia maka akan timbul rasa cemas, gelisah dan ketakutan. Nah, melalui Puasa Romadhon inilah, ummat Islam dilatih untuk mengurangi ketergantungan akan kebutuhan dasar tersebut.
- Yang menarik adalah sebab turun-nya ayat 187, sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir, ada tiga peristiwa berbeda untuk satu ayat ini saja, yakni sbb: Pertama, peristiwa Umar bin al-Khoththob yang menggauli istrinya setelah sholat Isya, lalu mengakuinya di hadapan RosululLoh. Ternyata shohabat lain juga melakukan hal yang sama tapi mereka tidak berani mengakui secara terbuka. Padahal saat itu aturan buka puasa dibatasi dengan (sholat Isya atau) tidur, siapa yang melewati batas tersebut maka wajib puasa hingga tiba waktu berbuka esok harinya. Terjadilah pelanggaran aturan puasa oleh para shohabat.
- Kedua, peristiwa Qais bin Sharmah Al-Anshari yang pulang dalam kondisi lelah saat buka puasa, sementara belum ada makanan di rumah. Selagi menunggu istrinya membawa makanan dari luar rumah, ternyata dirinya tertidur sehingga ia tidak boleh lagi buka puasa, sedangkan ia belum sempat makan apa pun. Keesokan hari-nya ia pingsan karena sangat lapar.
- Ketiga, waktu sahur saat itu dibatasi dengan tampaknya benang putih dari benang hitam, yang memaksa para shohabat selalu melihat kedua warna benang agar tahu kapan akhir waktu sahur. Setelah turun ayat terpendek, yakni : “minal fajr”, maka tahulah para shohabat bahwa yang dimaksud dengan beda dua benang itu adalah “fajar shodiq” (tanda terbitnya matahari).
- Ketiga peristiwa diatas mengubah syariat puasa secara bertahap, dari yang semula mengalami kepayahan menjadi lebih ringan dalam pelaksanaan (disebut “rukhshoh“).
- Demikian pula syariat sholat diubah secara bertahap. Pertama, semula dua roka’at saja untuk setiap kali sholat, lalu berubah jumlah roka’at-nya sesuai perintah AlLoh Ta’ala setelah peristiwa Isro’ dan Mi’roj. Kedua, arah qiblat yang semula ke Masjid Al-Aqsho (Palestina), sebagai qiblat pertama ummat Islam, berubah ke Masjid Al-Harom (Saudi). Dan peristiwa perubahan qiblat ini menjadi uji keimanan bagi para shohabat saat itu. Diantara mereka ada yang murtad (wa na’udzu bilLahi min dzalika). Ketiga, semula boleh ngobrol dengan teman sebelah dalam kondisi sholat berjama’ah (diantaranya untuk bertanya berapa jumlah roka’at yang sudah berjalan, bagi yang masbuq), lalu AlLoh Ta’ala perintahkan untuk khusyu’ dan diam selama sholat berlangsung.
- Dan syariat akhir yang diterapkan secara bertahap adalah pengharoman Riba. Semua syariat dalam agama Islam yang diperintahkan secara bertahap oleh AlLoh Ta’ala tentu memiliki hikmah yang luar biasa, sebagai bentuk kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya.
Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada.