
BismilLah.
Nasihat Imaamul Muslimin : Ust. Yakhsyallah Mansur pada ba’da Shubuh hari Ahad, 23 Romadhon 1446H / 23 Maret 2025 di Masjid An-Nubuwwah, Natar – Lampung sbb:
- Ayat 183 dalam QS. Al-Baqoroh pada ujung akhirnya menyatakan “la’allakum tattaqun”, yang artinya “agar kamu bertaqwa”. Ditinjau dari ilmu nahwu, kata “la’alla” itu bermakna dua : (1). Harapan, dan (2). Kasihan. Dalam terjemah Al-Quran kata “la’alla” lebih banyak bermakna sebagai “harapan”, yakni dari sisi hamba kepada sang Kholiq (Pencipta). Adapun makna “kasihan” itu dari sisi sang Kholiq kepada hamba-Nya.
- Pada ayat ke-185, pada ujung akhirnya ada kalimat “la’allakum tasykurun”, yg diartikan “agar kamu bersyukur”. Bila pada ayat sebelumnya kita diharapkan bertaqwa, maka pada ayat ini kita diharapkan bersyukur.
- Apa makna syukur itu? Dalam pandangan Imam al-Ghozali, “syukur” adalah : “menggunakan nikmat yang diterima, sesuai dengan kemauan yang memberi nikmat (yakni AlLoh Ta’ala).”
- Sebagai manusia, seringkali kita lupa bersyukur. Contohnya adalah menjelang berbuka (ifthor), fokus kita adalah apa saja hidangan berbuka saat itu, bukan fokus kepada “siapa” yang memberi rizqi ifthor kita saat itu, sehingga banyak diantara kita yang lupa untuk berdo’a, padahal sebelum berbuka itu adalah waktu yang mustajabah (terkabulnya do’a). Hal ini berdasar hadits (yang artinya) “Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa Imaam yang adil, (2) doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang terzhalimi.” (HR. Tirmidziy 3595)
- Bahkan yang miris adalah saat acara berbuka, ramai sekali orang yang hadir, tapi setelah berbuka ternyata tidak ada orang yang melaksanakan sholat. Lalu bagaimana bisa digolongkan sebagai orang yang bersyukur?
- Mengapa kita bersyukur? Ya karena sangat banyak nikmat yang dilimpahkan AlLoh Ta’ala kepada manusia. Para ulama setidaknya membagi nikmat itu menjadi lima macam : fithriyah, kasbiyah, alamiyah, diniyah dan ukhrowiyah. Dengan nikmat “fithriyah” (pembawaan dari AlLoh), manusia diberi sepasang mata, sepasang telinga, satu hidung dengan dua lubang, dsb, yang sungguh tak ternilai harganya. Dengan nikmat “alamiyah” (apa yang AlLoh sediakan), manusia diberi udara untuk bernafas, air untuk minum, dsb, yang kita ini tidak perlu membayarnya. Dua nikmat tersebut seringkali tidak kita rasakan keberadaannya dan juga tidak disyukuri. Padahal kita diingatkan oleh RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam (yang artinya) “Barang siapa yang tidak mensyukuri sesuatu yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278)
- Ketika disandingkan usia ummat terdahulu, yang mencapai ratusan tahun, dengan usia ummat Islam, yang rata-rata 60-70 tahun maka kesempatan beribadah kaum muslimin jauh lebih sedikit. Dengan keistimewaan Laylatul Qodar, yang dikabarkan oleh AlLoh Ta’ala hanya kpd RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam, maka ada satu malam yang kemuliaannya setara dengan 1.000 bulan (83 tahun lebih).
- Inilah kesempatan setiap tahun yang patut disyukuri oleh kaum muslimin, karena mereka mampu bersaing ibadah-nya dengan ummat terdahulu, bahkan bisa melebihinya. Tapi apakah kita sudah bersyukur dan berusaha sungguh-sungguh untuk meraihnya?
- Teringat dengan kisah ‘Umar bin al-Khoththob yang bertemu dengan seseorang yang sedang berdo’a unik, yakni : “Ya AlLoh, jadikanlah hamba termasuk golongan yang sedikit.” Shohabat ‘Umar merasa heran dan menanyakan apa maksud dari do’a nya, maka ia menjawab dengan penggalan ayat akhir QS. Saba^ 13, yang artinya “…Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” Lalu ‘Umar berkata : “Setiap orang lebih paham (agama) dibandingkan ‘Umar.” (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd, Kairo: Dar al-Rayyan li al-Turats, 1992, hal. 142)
- Ketika kita diberitahu oleh RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bahwa Laylatul Qodar itu ada di sepuluh hari akhir Romadhon, apakah kita bersiap-sedia menemuinya?
- Bahkan ketika dimudahkan lagi dengan sabda RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bahwa Laylatul Qodar ada di malam-malam ganjil-nya, apakah kita bersungguh-sungguh untuk mencarinya?
- Semoga kita dapat meraih Laylatul Qodar dan menjadi hamba yang bersyukur.
Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada.