Nasihat Dzulqo’dah 1445H – Yuk Bersihkan Jiwa

Catatan kajian Tazkiyatun Nafs bersama Imaamul Muslimin : Ust. Yakhsyallah Mansur pada hari Rabu ba’da Shubuh tgl. 01 Dzulqo’dah 1445H/09 Mei 2024M di Masjid An-Nubuwwah, Kec. Natar, Lampung sbb :

  • Kita lanjutkan pembahasan kaidah ke-4, yang memang cukup panjang penjelasan-nya.
  • Tazkiyatun nafs itu lebih sulit daripada mengobati badan, sebagaimana gambaran orang sakit yang tidak mau mentaati thobib saat berobat. Semestinya orang sakit saat berobat kepada thobib, ya taat menjalani pengobatan supaya tahu hasilnya. Demikian pula tazkiyatun nafs, kalau “ngeyel” (ngotot) karena merasa lebih tahu, ya jadinya sulit mencapai tujuan.
  • Yang ditekankan pada kaidah ini adalah : tidak bisa seorang muslim membersihkan jiwanya kecuali dengan mengikuti RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam.
  • Salah satu kasus dalam kaidah ini adalah ketika seseorang “menarik-narik” dalil dari yang semula hukum-nya mubah (atau sunnah) kepada hukum wajib, kemungkinan hal ini terjadi karena kurang “lama” (dalam) ngaji nya.
  • Mengikuti Rosul itu dua macam nya : qoth’i dan far’i. Sebagai contoh qoth’i adalah : dua roka’at Shubuh (semua mazhab sepakat dan tidak ada yang menyelisihi), sedangkan contoh far’i adalah : do’a qunut dalam sholat Shubuh.
  • AlhamdulilLah, sekarang kita lanjut pada kaidah ke-5 dalam penyucian jiwa, yakni : membersihkan diri dari keburukan dan menghiasinya dengan kebaikan.
  • Istilah yang disinggung dalam kaidah ini adalah Takhliyyah (dengan huruf خ, membersihkan diri dari keburukan) dan Tahliyyah (dengan huruf ه, menghiasi dengan kebaikan).
  • Yang memulai tindakan mengotori jiwa adalah Iblis, mengapa? Karena ia tidak mau melakukan sujud penghormatan kepada Nabi Adam ‘alayhis salam. Padahal dalam tafsir disebutkan bahwa sujud itu hanya berupa anggukan kepala, bukan meletakkan kepala ke tanah, seperti sujud dalam sholat, atau membungkukkan badan, seperti ruku’ dalam sholat.
  • Penyucian jiwa dilakukan dalam dua tahap sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. At-Tawbah ayat 103, yang artinya :
    “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu ketentraman jiwa bagi mereka. AlLoh Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui.”

Tahap ke-1 (تطهير, pembersihan) : yaitu meninggalkan ma’shiyat, berupa dosa dan keburukan.
Tahap ke-2 (تزكية, penyucian): yaitu menghiasi jiwa dengan keutamaan dan kebaikan.

  • Kedua tahap tersebut dilakukan berurutan, laksanakan tahap ke-1 dulu, setelah itu baru tahap ke-2, tidak bisa dilakukan kebalikannya atau meninggalkan salah satunya.
  • Bicara tentang zakat, biasanya penyakit orang kaya itu tawakkal-nya kurang “kuat”, karena merasa “punya harta” dengan mengandalkan kekayaan dirinya.
  • Jiwa manusia akan menjadi tidak tenang karena tidak berzakat. Kita bisa saksikan fakta tersebut dengan banyaknya orang kaya, tetapi masih saja merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Bahkan puncaknya, ada orang kaya yang melakukan bunuh diri karena merasa kekayaannya terancam hilang, sebab terbayang pabrik-nya kalah bersaing lalu bangkrut. Dengan bunuh diri, ia berpikir sudah menyelesaikan masalah, padahal justru menyisakan masalah.
  • Nah kalau orang miskin, biasanya mereka lebih “kuat” tawakkal nya. Setiap hari, bahkan setiap saat ia terus berharap kepada AlLoh Ta’ala akan nasib dirinya.
  • Yang mirip dengan sifat orang kaya itu adalah pegawai, mengapa? Ya karena merasa yakin tiap awal bulan pasti terima gaji. Akhirnya semua urusan “seakan-akan” disandarkan pada gaji, bukan lagi kepada Robbul ‘alamin.
  • Kita harus terus menjaga adanya rasa tawakkal (pasrah dan menyandarkan diri) kepada AlLoh Ta’ala.

Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada