Nasihat Syawwal 1445H – Mata Air Penyucian Jiwa

BismilLah.

Catatan kajian Tazkiyatun Nafs bersama Imaamul Muslimin : Ust. Yakhsyallah Mansur pada hari Selasa ba’da Shubuh tgl. 14 Syawwal 1445H/23 April 2024M di Masjid An-Nubuwwah, Kec. Natar, Lampung sbb :

  • Kajian kita memasuki kaidah ke-3, yakni : mengikuti Al-Quran Al-Karim sebagai sumber mata air penyucian jiwa.
  • Kaidah ini didasarkan pada QS. Ali ‘Imron ayat 164 yg artinya :
    “Sungguh AlLoh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika AlLoh mengutus diantara mereka seorang Rosul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat AlLoh, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.”
  • Ibnul Qoyyim rohimahulLoh berkata, “Al-Quran adalah obat yang paling sempurna untuk seluruh penyakit hati dan jasmani, serta untuk penyakit dunia dan akhirot.” (Zadul Ma’ad 4/119)
  • Agar Al-Quran dapat menjadi penyucian jiwa maka perlu kita perhatikan QS. Al Baqoroh ayat 121 yang artinya :
    “Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya.”
  • Yang dimaksud dengan “bacaan sebenarnya” pada ayat diatas adalah dengan membaca, menghafal, memahami, merenungkan dan mengamalkannya, sebagaimana penjelasan (tafsir) dari para shohabat dan tabi’in.
  • Kisah Fudhoil bin ‘Iyadh rohimahulLoh bisa kita jadikan ibroh. Beliau semula adalah seorang perampok. Pada suatu malam yang sudah direncanakan, dia masuk ke dalam sebuah rumah. Saat itu posisi dirinya sedang berada diatas langit-langit rumah, ternyata penghuni rumah, seorang perempuan muda sedang melaksanakan sholat malam. Sampailah bacaan sholatnya pada QS. Al Hadid ayat 16. Saat mendengar ayat inilah dirinya menangis dan tubuhnya lunglai. Dia pun mengurungkan niyat buruknya lalu bertaubat, berupaya membersihkan jiwanya dan belajar agama dengan sangat giat. Di kemudian hari ia dikenal sebagai seorang ulama besar.
  • Fudhoil bin ‘Iyadh berkata, “Al-Quran itu semata-mata diturunkan untuk diamalkan, sedangkan manusia menyangka hanya dengan membaca Al-Quran saja, mereka (beranggapan) telah mengamalkannya.” (Akhlaq hamalatul Quran hal.41).
  • Bilamana Al-Quran tidak lagi diamalkan, maka Al-Quran akan diangkat kembali kepada AlLoh Ta’ala. Pada saat itulah semua ayat yang dihafal manusia akan hilang, begitu pun tulisan di seluruh mushaf akan hilang, dan kedua hal itu terjadi dalam satu malam saja (HR. Ibnu Majah 4049 dari Hudzayfah ibnul Yaman rodhiyalLohu ‘anhu).
  • Simpulan kata “li tasyqo” dalam QS. Thoha ayat 2, yang artinya :
    “Kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah.” adalah : bahwa Al-Quran itu mudah untuk diamalkan, hanya diri kita saja yang seringkali menganggapnya susah atau sulit.
  • Ada satu hadits “hal murtahal” yang menjelaskan keutamaan untuk menamatkan bacaan Al-Quran dari awal hingga akhir, sebagaimana sabda RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam, “Yaitu yang membaca Al-Quran dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai (khotam) ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi 2872)

Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada