Catatan Dzulqo’dah 1444H – Santri Adalah Penjaga Syari’at Islam

BismilLah.

Ringkasan kultum ba’da Shubuh hari Sabtu, 7 Dzulqo’dah 1444H / 27 Mei 2023M  bersama Ust. Roziqin asal Blitar, lulusan S3 bidang Hadits negeri Sudan di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun – Natar, Lampung sbb:

– Sebagai pembuka, kultum kali ini saya sampaikan sebagai penyemangat para santri. Ingatlah wahai para santri, bahwa kita ini santri, bukan hanya saat ini, bahkan nanti setelah lulus pesantren. Tidak ada istilah “mantan santri” karena sejatinya kita ini santri sampai mati, sebagaimana perkataan Imam Ahmad: “ma’al mihbaroh ilal maqbaroh” (bersama botol tinta sampai ke kuburan).

– Santri adalah garda terdepan penjaga syari’at Islam. Jangan sampai terjadi, begitu antum (kamu semua wahai santri) lulus dari pesantren, seperti hal-nya singa keluar dari kandang, menjadi buas tak terkendali. Santri itu mewarnai masyarakat, bukan diwarnai masyarakat. Lulus dari pesantren itu tidak hanya jadi Ustadz, tapi para santri harus melebur di semua lini masyarakat. Ada yang berkiprah di pemerintahan, bisnis, hankam, sains, dsb.

– Ingat, walaupun antum lulus pesantren nanti tidak jadi Ustadz, tidak juga punya murid, usahakan menuliskan ilmu yang antum dapatkan sebagai bagian dari syiar Islam. Contoh nyata, ada satu buku yang ditulis oleh santri, orang Indonesia tapi kini jadi bahan kajian ulama fiqh Timur Tengah, nama kitabnya “Hasyiyah Tarmasi”, tebalnya 7 jilid, tulisan Syaikh Mahfuzh Termas asal Pacitan.

– AlhamdulilLah pagi ini kita hadir di tempat yang paling baik di muka Bumi, yang mana RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik tempat yang dicintai Alloh adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat yang dibenci Alloh adalah pasar.” (HR. Muslim, no. 671). Semoga kita menjadi orang-orang yang dicintai Alloh karena berada di tempat yang Alloh cintai. Aamiin.

– Karena saya kuliyah tentang hadits, maka pagi ini sepatutnya saya sampaikan dan ijazahkan 5 hadits yang bersanad (bersambung) hingga ke guru-guru kami kepada hadirin semua. Insya Alloh.

1). Hadits musalsal bil awaliyah. Hadits ini disifati dengan periwayatan yang sama waktu dan kondisinya. Hadits ini saya dapatkan pertama kali saat belajar di Sudan, dan yang disampaikan pertama kali oleh Syaikh kami. Maka hadits inilah yang pertama hadirin dapatkan di masjid ini, dan yang pertama saya sampaikan riwayat-nya. Hadits-nya bersambung sanad dari ‘Abdillah bin ‘Amru kepada guru saya sbb: (yang artinya)
“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rohman (Alloh). Maka sayangilah yang di atas muka bumi, niscaya yang di atas langit akan menyayangi kalian.” (HR. Tirmidzi 1847).

– Inilah hadits yang menjelaskan sifat orang Islam yang utama, yakni : rahmat atau penyayang, bukan hanya penyayang kepada sesama manusia, bahkan penyayang binatang dan alam semesta.

2). Hadits kedua inilah yg menyebabkan saya semangat menekuni hadits. Hadits-nya bersambung sanad dari Zayd bin Tsabit kepada guru saya sbb: (yang artinya)
“Semoga Alloh mencerahkan (mengelokkan rupa) orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghafalnya –dlm lafazh lain: lalu dia memahami dan menghafalnya– hingga dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya.” (HR. Abu Dawud 3660).

– Di dalam hadits tersebut ada do’a RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam kepada para pembawa dan penyampai hadits. Memang tidak semua hadits yang saya pelajari dihafalkan, adakalanya cukup dibacakan oleh Syaikh di hadapan kami.

– Penting untuk dipahami bahwa tidak semua hadits harus disampaikan berikut penjelasan-nya. Kalau memang penyampai hadits belum paham penjelasan-nya maka hadits cukup disampaikan apa adanya. Oleh karena hal itulah, dahulu para ulama ahli hadits menulis saja apa yang mereka terima, walaupun hadits tersebut belum dapat dipahami pada masa itu. Mungkin suatu saat di masa depan, barulah hadits yang dianggap pelik itu dapat dipahami lebih baik.

3). Hadits ketiga ini sangat dikenal oleh kaum muslimin secara luas. Hadits-nya bersambung sanad dari ‘Abdillah bin ‘Amru kepada guru saya sbb: (yang artinya)
“Sampaikan dariku sekalipun satu ayat, dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isroil dan itu tidak mengapa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhoriy 3461)

– Hadits ini yang menjadi landasan bagi muslimin untuk mensyiarkan ayat Al-Quran dan hadits Nabi, walaupun ayat atau hadits yang ringkas. Kemudian Nabi memperbolehkan kita untuk membaca dan menyampaikan cerita Bani Isroil, yang dikenal sebagai kisah Isroiliyyat, dengan catatan bahwa kita tidak boleh mempercayainya secara penuh ataupun menolaknya secara penuh. Apa yang cocok dengan kebenaran ajaran Islam maka kita terima kisahnya, tapi yang tidak cocok ya kita tolak. Sikap ini pula yang kita terapkan kepada cerita atau penelitian yang berasal dari kaum kafir, selagi cocok dengan kebenaran Al-Quran dan Hadits maka kita terima.

– Sebagai penutup hadits, Nabi shollalLohu ‘alayhi wa sallam memperingatkan kita agar tidak berdusta atas nama beliau. Hal ini patut menjadikan kita hati-hati dalam menerima dan menyampaikan hadits, pastikan hadits shohih (atau hasan) yang kita dakwahkan. Sebagai contoh hadits palsu adalah: hadits keutamaan sholat tarawih hari ke-1, ke-2, ke-3, dst.

4). Hadits ke-empat. Hadits ini unik karena didalamnya diungkap, ternyata ada malaykat yang kerjanya jalan-jalan alias “malaykat sayyaroh”. Hadits-nya bersambung sanad dari Abu Huroyroh kepada guru saya sbb: (yang artinya)
“Sesungguhnya Alloh Tabaroka wa Ta’ala memiliki para malaikat khusus yg senantiasa berkeliling mencari dimana adanya majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemukan sebuah majelis yg padanya terdapat dzikir maka mereka pun duduk bersama orang-orang itu dan meliputi mereka satu sama lain dg sayap-sayapnya, sampai-sampai mereka memenuhi jarak antara orang-orang itu dg langit terendah. Kemudian apabila orang-orang itu telah bubar maka mereka pun naik menuju ke atas langit. Nabi berkata, “Maka Alloh ‘Azza wa Jalla bertanya kpd mereka sedangkan Dia adalah yg paling mengetahui keadaan mereka, “Dari mana kalian datang?” Para malaikat itu menjawab, “Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu yg ada di bumi. Mereka mensucikan-Mu (bertasbih), mengagungkan-Mu (bertakbir), mengucapkan tahlil, dan memuji-Mu (bertahmid), serta meminta (berdo’a) kepada-Mu.” Lalu Alloh bertanya, “Apa yg mereka minta kepada-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Mereka meminta kepada-Mu akan surga-Mu.” Alloh bertanya, “Apakah mereka telah melihat surga-Ku?” Mereka menjawab, “Belum wahai Robb-ku.” Alloh mengatakan, ‘Lalu bagaimana lagi jika mereka benar-benar telah melihat surga-Ku?” Para malaikat itu berkata, “Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.” Alloh bertanya, “Dari apakah mereka meminta perlindungan-Ku?” Mereka menjawab, “Mereka berlindung dari neraka-Mu, wahai Robb-ku” Maka Alloh bertanya, “Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku?” Mereka menjawab, “Belum, wahai Robb-ku.” Lalu Alloh mengatakan, “Lalu bagaimanakah lagi jika mereka telah melihat neraka-Ku?” Mereka mengatakan, “Mereka meminta ampunan kepada-Mu.” Maka Alloh mengatakan, “Sungguh Aku telah mengampuni mereka. Dan Aku telah berikan apa yg mereka minta, dan Aku lindungi mereka dari apa yg mereka berlindung darinya.” Nabi bersabda, “Para malaikat itu berkata, “Wahai Robb-ku, diantara mereka ada si fulan, seorang hamba yg telah banyak melakukan dosa. Sesungguhnya dia hanya lewat kemudian duduk bersama mereka.” Nabi mengatakan, “Maka Alloh berfirman, “Dan kepadanya juga Aku ampuni. Orang-orang itu adalah suatu kaum yg teman duduk mereka tdk akan binasa.” (HR. Muslim 2689)

– Para malaykat sayyaroh selalu berkeliling di seluruh permukaan Bumi untuk mencari majlis-majlis dzikir. Dan pagi ini kita berada di dalam majlis dzikir karena sedang menyampaikan hadits Nabi shollalLohu ‘alayhi wa sallam, alhamdulilLah. Ketika menemukan majlis dzikir maka para malaykat akan menaungi orang-orang didalamnya dengan sayap mereka, hingga menutupi tempat tersebut hingga ke langit terendah, hanya saja kita tidak dapat melihat bentuknya.

– Saat bubar dari majlis dzikir tersebut maka para malaykat sayyaroh akan kembali dan melaporkan kepada Alloh ‘Azza wa Jalla tentang keadaan orang-orang yang berdzikir. Alloh Ta’ala lebih tahu apa yang mereka temukan di Bumi, tapi terjadilah tanya-jawab antara Alloh dan malaykat. Demikianlah pembelajaran dari Alloh Ta’ala bahwa ketika disampaikan sebuah laporan, maka tidak cukup hanya diterima begitu saja, tapi hendaknya dilakukan tanya-jawab untuk menguji apakah pelapor memahami materi laporan, sebanding dengan menguji apakah murid kita memahami materi belajarnya.

– Dialog antara Alloh Ta’ala dan para malaykat sayyaroh membuka pandangan kita bahwasanya Alloh ‘Azza wa Jalla ternyata begitu besar kasih-sayangnya sehingga Dia menerima apa yang diminta oleh hamba-hamba-Nya, walaupun tidak pernah melihat Surga, lalu melindungi dari apa yang diminta oleh hamba-hamba-Nya, walaupun tidak pernah melihat Neraka, dan bahkan Dia mengampuni dosa hamba2-Nya.

– Paling unik adalah saat malaykat sayyaroh menemukan seorang hamba yang banyak dosa, yang semula ia tak ada niyat ikuti majlis dzikir, hanya sekedar lewat tetapi penasaran sehingag ia duduk disitu. Ternyata Alloh Ta’ala mengampuni dirinya. Jadi kalau pun para santri saking asyiknya menyimak kajian hingga tertidur di majlis dzikir, ya mereka pun mendapatkan rohmat Alloh. Maa sya Alloh.

5). Hadits kelima adalah hadiyah saya, yakni hadits musalsal bil mahabbah. Hadits-nya bersambung sanad dari Mu’adz kepada guru saya sbb: (yang artinya)
Dari Mu’adz rodhiyalLohu ‘anhu, ia berkata bahwasanya RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam pernah memegang tangannya dan berkata: “Wahai Mu’adz, demi Alloh, sungguh aku mencintaimu.” Lalu beliau bersabda: “Aku wasiatkan engkau wahai Mu’adz, jangan sekali-kali kamu meninggalkan (dzikir ini) setiap selesai shalat lima waktu: “AlLohumma a-‘inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika (Ya Alloh, tolonglah aku agar senantiasa berdzikir mengingat-Mu, serta senantiasa bersyukur kepada-Mu, dan senantiasa memperbaiki amal ibadahku kepada-Mu).” (HR.Abu Dawud 1522)

– Nabi mewasiyatkan do’a tersebut kepada Mu’adz karena cinta, Mu’adz mewasiyatkan do’a tersebut kepada guru kami karena cinta, guru kami mewasiyatkan do’a tersebut kepada saya karena cinta, maka saya mewasiyatkan do’a tersebut kepada hadirin karena cinta.

– AlhamdulilLah sudah saya ijazahkan 5 hadits kepada para jama’ah sekalian. Semoga dapat dipahami dan disampaikan kepada muslimin lainnya. 

# Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada