BismilLah.
Ilustrasi jatuhnya batu yang terbakar |
Assalamu’alaykum.
Tilawah QS. Hud ayat 77-83 bersama Imaamul Muslimin : Ustadz Yakhsyallah Mansur pada ba’da Shubuh hari Selasa 02 Rojab 1444H / 24 Januari 2023M di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun – Natar, Lampung sbb:
– Pada ayat ke-77, dikisahkan bagaimana kegundahan hati Nabi Luth karena hadirnya tamu. Hal ini mengisyaratkan bahwa tidak selalu kehadiran tamu itu menggembirakan bagi tuan rumah, maka saat bertamu hendaknya kita memilih waktu-waktu yang longgar, jangan bertamu pada waktu-waktu sibuk seperti : sesudah sholat Shubuh (biasanya sedang beres-beres rumah dan persiapan kerja) atau setelah jam 22 (biasanya persiapan rehat malam dan kondisi lelah). Saking gundahnya, beliau hingga berkata, “Ini hari yang sangat sulit.”
– Pada ayat ke-78, kaum Nabi Luth bergegas menemui tamu beliau. Kata “yuhro’una” ini merangkum 3 kondisi, yakni : beramai-ramai, cepat-cepat dan gaduh (berisik). Bisa kita bayangkan bagaimana suasana saat itu, ketika kaum-nya datang mengepung rumah Nabi Luth, dan bagaimana pula kesulitan yang beliau hadapi atas kelakuan kaum-nya, yang sudah sejak lama berbuat keji, yakni : melakukan kejahatan moral, istilah lain : homoseksual. Suatu kekejian yang bahkan tidak dilakukan oleh binatang, karena binatang saja tahu mana lawan jenis mereka saat berhubungan badan, sedangkan kaum Nabi Luth justru ingin berhubungan badan dengan sesama jenis.
– Saat menghadapi sikap “kesetanan” kaumnya itu, Nabi Luth berusaha menawarkan putri-putri negerinya untuk dinikahi, sebagai lawan jenis mereka (yang halal). Nabi Luth menyatakan kata “banati” sebagai kata tunjuk atas para perempuan di negerinya, dengan merujuk pada Bhs Arab yang membedakan antara kata “waladun” dan “ibnun”, walaupun terjemah Bhs Indonesia-nya tetap sama, yakni : “anak”. Kata “waladun” itu bermakna anak secara fisik keturunan, sedangkan “ibnun” bermakna anak secara umum. Sebagai contoh ilustrasi adalah percakapan saat seorang kyai memanggil para santri, maka digunakanlah kata “wahai anak-anakku” walaupun para santri saat itu jelas bukan anak-anak keturunan sang kyai.
– Nabi Luth berusaha tetap tenang dan mengajukan 3 bantahan atas kekejian kaumnya, yakni : seruan agar mereka bertaqwa kepada Alloh Ta’ala, jangan mencemarkan nama baik beliau, dan kembali gunakan akal sehat.
– Pada ayat ke-79, justru kaum Nabi Luth menjawab bantahan tersebut dengan pernyataan bahwa mereka benar-benar tidak ber-syahwat atas para perempuan di negerinya, dan Nabi Hud pun dianggap tahu apa yang mereka inginkan, yakni : menyalurkan syahwat mereka kepada tamu beliau.
– Mungkin jadi pertanyaan kita, bagaimana kaum Nabi Luth itu tahu bahwa beliau didatangi para tamu yang tampan? Berdasar kisah Isroiliyat, awalnya para tamu itu menemui putri Nabi Luth yang sedang mengambil air di sungai, lalu mereka menanyakan dimana rumah Nabi Luth, maka sang putri menjawab bahwa ia akan memanggil beliau dan memohon mereka untuk tetap menunggu di sana. Ternyata para tamu itu justru mengikuti kemana perginya sang putri Nabi Luth, hingga mereka sampai di depan rumah beliau. Kedatangan para tamu itu diketahui oleh istri Nabi Luth. Istri beliau inilah yang membocorkan kabar kedatangan para tamu tampan itu kepada kaumnya. Dia-pun ingin ikut “mencicipi” tamu suaminya.
– Pada ayat ke-80, Nabi Luth menyatakan kelemahan dirinya, bahwa beliau tidak punya kekuatan atau keluarga yang kuat (karena istri beliau justru berkhianat) untuk menghalangi kejahatan kaumnya.
– Pada ayat ke-81 dikisahkan bahwa para malaykat menyampaikan keperluan mereka, yakni : menyampaikan perintah Alloh Ta’ala agar Nabi Luth dan keluarganya pergi pada waktu dini hari, mendekati waktu Shubuh. Dalam kisah Isroiliyat, Nabi Luth beserta keluarganya segera pergi dari kampungnya tanpa menoleh ke belakang, dengan meninggalkan istri beliau. Dalam riwayat yang lain : istri Nabi Luth awalnya ikut pergi, namun saat berjalan dan mendengar gempa ternyata ia menoleh ke belakang sehingga tersambar ‘adzab.
– Pada ayat ke-82 dan 83, dikisahkan bagaimana adzab Alloh itu terjadi atas kaum Nabi Luth, yakni :
1). Dihujani batu dari tanah yang terbakar pada pagi hari. Bisa dibayangkan bagaimana panasnya batu tersebut karena ia turun dalam keadaan terbakar, sedangkan setiap batu besar yang turun itu telah dituliskan siapa saja nama penerimanya. Bahkan kaum Nabi Luth yang mencoba lari dari kampungnya tetap diikuti batu panas jatahnya.
2). Dan tanah dimana kaum Nabi Luth tinggal (bernama Sadum atau Sodom) itu dibalikkan (melalui peristiwa gempa), sehingga sisi atas menjadi sisi bawah, dan sebaliknya.
# Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada