BismilLah.
Assalamu’alaykum.
Tilawah QS.Hud ayat 23 bersama Imaamul Muslimin : Ustadz Yakhsyallah Mansur pada ba’da Shubuh hari Sabtu 15 Muharrom 1444H / 13 Agustus 2022M di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun – Natar, Lampung sbb:
– Siapa orang yg tidak mau bahagia di majlis ini? Tentu semua orang akan menjawab bahwa dirinya ingin mendapatkan kebahagiaan. Tapi bagaimana caranya? Dalam (penggalan) awal ayat : “innal ladzina amanu” ditegaskan bahwa orang-orang beriman itulah yang berbahagia.
– Bagaimana tidak bahagia? Bila seorang muslim berbuat satu kebaikan maka Alloh Ta’ala akan berikan ganjaran pahala kepadanya, minimal 10 kali kebaikan yang sebanding. Tapi saat seorang muslim berbuat satu keburukan maka Alloh Ta’ala hanya memberikan ganjaran dosa satu kali yang sebanding. Seorang muslim bila pun tidak mendapatkan balasan kebaikan di dunia ini, tetapi ia percaya dan yaqin bahwa dirinya akan mendapatkan balasan kebaikan nanti di akhirot. Sedangkan bagi orang-orang kafir maka tidak ada janji balasan dari Alloh Ta’ala atas kebaikan mereka di akhirot, semua balasan hanya ditunaikan di dunia.
– Lanjutan (penggalan) ayat “wa ‘amilush sholihat” menjelaskan bahwa iman itu harus dibuktikan dengan pekerjaan yang sholih. Arti sholih sendiri adalah : “pas” atau bersesuaian dengan apa yang diperlukan. Sebagai contoh adalah seorang majikan yang menyuruh pembantunya, bila pekerjaan yang dilakukan oleh pembantu sesuai dg keperluan majikan, maka ia akan diberi pujian, bahkan boleh jadi akan dinaikkan gajinya. Tetapi memang jarang majikan yang mau menaikkan gaji pembantunya, malah lebih senang kalau membayar gaji pembantu separuh saja. Hal ini sangat berlainan dengan Alloh Ta’ala, bilamana seorang hamba melaksanakan perintah-Nya maka pasti ia mendapatkan balasan berlipat ganda.
– (Penggalan) ayat berikutnya “wa akhbatuw” diterjemahkan sebagai “yang merendahkan diri”. Kata “akhbatuw” yang digandengkan dengan “ila robbihim” dalam Bhs Arab bermakna lima hal, yakni : (1).Merasa Nyaman, (2).Khusyu’ atau tunduk, (3).Percaya dengan segala hal yang dijanjikan Alloh Ta’ala, (4).Takut, dan (5).Taubat.
– (Penggalan) ayat berikutnya muncul kata “ash-hab”, yang biasanya diterjemahkan sebagai “penghuni”. Lebih tepat kata “ash-hab” itu diterjemahkan sebagai “pemilik”. Tentu berbeda penerjemahan “penghuni” dengan “pemilik”, karena (konsekuensinya) setiap penghuni belum tentu punya hak memiliki, tapi sebaliknya, setiap pemilik tentu punya hak menghuni. Keduanya jelas berbeda tingkatan. Jadi penggalan ayat “ula-ika ash-habul jannah” artinya “mereka itulah para pemilik surga”. Alangkah bahagianya menjadi pemilik surga.
– (Penggalan) akhir ayat “hum fiha kholidun” diterjemahkan sebagai “mereka kekal didalamnya”. Dalam Bhs Arab, kata “kholid” berbeda dengan “baqo'”, walaupun karena keterbatasan Bhs Indonesia maka ia seringkali diterjemahkan sama, yakni : “kekal”. Kata “kholid” benar berarti kekal, tapi ada batasnya (boleh jadi ada batas awal atau batas akhir) sebagaimana keberadaan surga dan neraka, sedangkan kata “baqo'” berarti kekal selama-lamanya tanpa batas (yakni tanpa batas awal atau batas akhir). Maka demikianlah Alloh Ta’ala disifati dengan “baqo'”, sedangkan Surga dan penghuninya disifati dengan “kholid”.
# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada