Nasihat Romadhon 1443H – Niyatkan I’tikaf Di Masjid Walau Sejenak

BismilLah.

Assalamu’alaykum.
Tilawah QS. Al-Baqoroh ayat 187 bersama Imaamul Muslimin : Ustadz Yakhsyallah Mansur pada ba’da Shubuh hari Kamis 20 Romadhon 1443H / 21 April 2022M di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun – Natar sbb:

– Imaam menganjurkan jama’ah untuk menempati posisi I’tikaf nya masing-masing sebelum memulai kajian ba’da Shubuh kali ini.

– Ayat 187 ini adalah satu-satunya dalil dalam Al-Quran yang berkaitan dengan ibadah I’tikaf.

– Pada awal ayat tersebut, ada kata “shiyam” yang diartikan dalam Bhs. Indonesia sebagai “puasa”. Nah pada ayat lain, ada kata “shoum” yang juga diartikan sama, walaupun sebenarnya berbeda makna. Untuk kata “shiyam” beberapa kali diulang dalam Al-Quran, sementara kata “shoum” hanya ada pada QS. Maryam 26.

– Secara harfiah “shoum” berarti menahan diri dari sesuatu, khusus dalam QS. Maryam 26 berarti Maryam (‘alayhis salam) menahan diri dari bicara (puasa bicara). Dari penelaahan para ulama, maka kata “shiyam”-lah yang bermakna syari’at (ketetapan agama), bukan kata “shoum”.

– Kelanjutan ayat : bahwa diperbolehkan pada malam hari bulan Romadhon untuk bercampur suami istri. Kemudian Alloh Ta’ala ungkapkan kedekatan suami istri dengan kata yang santun, yakni sebagai pakaian satu sama lain.

– Selanjutnya ada kata “takhtaanuw” yang secara harfiah berarti khianat, tapi dalam terjemah diartikan sebagai : tidak dapat menahan diri. Hal ini berkaitan dengan perubahan aturan dalam syari’at puasa.

– Pada awal ditetapkannya puasa sebagai syari’at, batasan (akhir) berbuka (ifthor) adalah tidur. Bilamana seseorang tidur di saat berbuka maka dia tidak boleh lagi makan, minum dan bercampur suami istri. Batasan awal ini sungguh memberatkan Muslimin, sehingga beberapa kali timbul pelanggaran aturan ini oleh shohabat (berarti khianat) karena mereka tidak dpt menahan diri untuk tidak bercampur suami istri, maka Alloh Ta’ala memberikan perubahan berupa keringanan batas (akhir) ifthor yang digantikan oleg fajar shodiq (yakni : batas awal masuk waktu Shubuh).

– Selanjutnya disinggung tentang larangan bercampur suami istri di saat seseorang sedang I’tikaf. Inilah ayat tempat penyebutan ibadah khusus I’tikaf itu.

– Ibadah i’tikaf hanya bisa dilaksanakan di masjid jami’, dan hal ini merupakan ijma’ para ulama. Ada beberapa macam masjid yang kita kenal, yaitu : masjid di dalam rumah (ruangan yang biasa digunakan untuk sholat), masjid kampung (biasa disebut langgar atau surau, adapun musholla adalah tanah lapang yang digunakan untuk sholat), dan masjid jami’ (yang digunakan rutin untuk sholat lima waktu dan Jum’at).

– Boleh juga I’tikaf menggunakan ruang selain tempat sholat, asalkan masih merupakan bagian dari masjid tersebut, misalkan di serambi atau di tangga masjid.

– I’tikaf adalah ibadah mendekatkan diri kepada Alloh Ta’ala dengan berdiam di masjid, banyak membaca Al-Quran, sholat malam, berdzikir, maka setiap kali masuk masjid, niyatkan diri kita untuk I’tikaf walaupun sejenak.

– Apakah boleh pindah tidur, atau adakan kajian, atau ngobrol dengan teman saat I’tikaf? Itu semua adalah ranah fiqh atau pemahaman agama. Setiap orang tentu berbeda dalam memahami agama, maka silakan laksanakan sesuai kemampuan masing-masing. Jangan kemudian malah meninggalkan ibadah I’tikaf gara-gara berbeda memahami bagaimana pelaksanaannya.

– Usahakan kita hidupkan sunnah RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam ini, dengan melaksnakan I’tikaf pada 10 hari akhir bulan Romadhon. Semoga Alloh Ta’ala menerima amal ibadah kita selama bulan Romadhon, aamiin.

# Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon ma’af atas segala kekurangan yang ada.