Nasihat Romadhon 1442H – Tujuh Nikmat Besar Yang Tak Terkira

BismilLah.

 Assalamu’alaykum.

Tilawah QS.Ibrohim ayat 32-34 bersama Imaamul Muslimin, Ustadz Yakhsyallah Mansur, pada hari Selasa pagi, 15 Romadhon 1442H/27 April 2021M di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun, Natar – Lampung sbb: 

– Salah satu kelemahan dalam bacaan Al-Quran kita, utamanya orang Jawa, terlihat saat memulai bacaan ayat ke-32. Mengapa? Kebiasaan kita adalah kurang “membuka suara” saat membaca al-Quran sehingga ketika mengucapkan kata Alloh, yang terdengar justru “Olloh”, padahal yang benar adalah “Alloh”. Yang diucapkan dan didengar semestinya huruf awalnya “A”, bukan “O”, mohon diperhatikan karena hal itu jelas mengubah makna ayat.

– Pada rangkaian ayat ke-32 hingga 34 ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan 7 (tujuh) nikmat besar kepada manusia. Nah, para ulama setidaknya membagi nikmat itu ada 5 (lima) macam, yakni:

1). Fithriyah (pembawaan dari Alloh), yakni nikmat apa saja yang memang sudah Alloh Ta’ala taqdirkan saat penciptaannya. Contohnya : setiap makhluq yang Alloh Ta’ala ciptakan, pasti masing-masing punya ciri khas, yang berbeda antara satu makhluq dengan makhluq lainnya.

2). Kasbiyah (ikhtiyar, yg harus dicari), yakni nikmat yang akan didapatkan setelah adanya usaha. Contoh menarik tentang hal ini adalah dialog antara Imam Maliki (sbg guru) dan Imam Syafi’i (sbg murid). Keduanya berdebat tentang perlu atau tidak-nya melakukan usaha untuk memperoleh rizqi. Imam Maliki berpendapat bahwa rizqi akan datang walaupun tanpa usaha, sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa rizqi perlu diusahakan agar ia datang. Ternyata Alloh Ta’ala menaqdirkan Imam Syafi’i mendapatkan rizqi setelah berusaha, lalu ia mendatangi sang guru dan memberikan hadiyah dari sebagian rizqi miliknya. Dan Imam Maliki pun tersenyum karena Alloh Ta’ala taqdirkan ia mendapatkan rizqi dari muridnya, walaupun ia tidak pergi berusaha.

3). Alamiyah (apa yang telah Alloh Ta’ala sediakan), yakni segala sesuatu yang ada di alam raya ini, contohnya : udara segar di pagi hari, kicauan suara burung yang merdu, badan yang terasa sehat, dll.

4). Diniyah (kebenaran dalam beragama), yakni nikmat petunjuk jalan hidup, berupa ajaran agama Islam. Banyak manusia yang tidak menyadari keberadaan nikmat satu ini. Ada sebagian ulama yang berpendapat setelah nikmat Diniyah adalah nikmat Ukhuwwah, yakni nikmat merasa bersaudara antara sesama Ummat Islam.

5). Ukhrowiyah (di Akhirot), yakni nikmat yang nanti akan didapatkan oleh manusia pada saat masuk Surga, yang tidak dapat sedikit pun digambarkan di dunia, yakni tentang bagaimana perbandingan keindahan dan kelezatan berada didalamnya.

– Adapun 7 (tujuh) nikmat besar yang diterima oleh manusia di dunia, sbgmn yang Alloh Ta’ala sebutkan, adalah sbb:

1). Penciptaan langit dan bumi dengan berbagai macam isinya. Nikmat besar ini jarang diingat karena setiap detik kita selalu bersamanya, sehingga tidak merasa bila kita telah luar-biasa banyak mengambil manfa’at darinya. Contohnya adalah : udara (oksigen), coba saja bila Alloh Ta’ala sebentar menahan udara, maka berapa banyak manusia yang panik kebingungan.

2). Menurunkan air dari langit, dan menumbuhkan berbagai tanaman dari siraman hujan itu sebagai rizqi bagi manusia. Dari dulu air hujan itu berasa tawar, lalu bagaimana resahnya manusia bila hujan turun dengan perubahan rasa? Dan hujan itu bisa turun dalam bentuk lembut (air) atau pun keras (es).

3). Menundukkan kapal (perahu besar) bagi manusia. Alloh Ta’ala telah memberikan jalan (di laut) yang tidak memerlukan perawatan, tidak sebagaimana halnya jalan darat yang harus dirawat khusus. Lautan walaupun airnya lembut, namun mampu menampung ribuan kapal besar yang sangat berat tonase-nya berlalu-lalang diatasnya.

4). Menundukkan sungai-sungai bagi manusia. Yang mana Alloh Ta’ala taqdirkan air bisa mengalir di sana agar sampai kepada manusia di sepanjang daratan, guna memanfaatkannya.

5). Menundukkan matahari dan bulan bagi manusia, yang pergiliran antara keduanya berlangsung berterusan, tanpa jeda satu waktu pun. Coba kita bayangkan bagaimana bila Alloh Ta’ala tunda sejenak pergiliran itu, maka betapa dahsyat kerusakan di jagat raya yang akan terjadi.

6). Menundukkan malam dan siang, yakni pergantian waktu antara keduanya, sehingga manusia dapat mengatur kehidupan kesehariannya, antara waktu bekerja dan beristirahat.

7). Memberikan segala sesuatu yang diperlukan manusia, baik hal yang diminta dalam do’a nya (sesuai kelanjutan ayat), bahkan juga yang tidak diminta, karena dalam awal ayat ke-34 disebutkan “wa aataakum” (dan didatangkan kepadamu). Contohnya adalah sebagian anak-anak kita, alhamdulilLah diberikan jenjang pendidikan dan ketaatan dalam beragama yang lebih baik, walaupun mungkin kita tidak pernah membayangkan akan sebaik itu, bahkan mungkin tidak pernah kita memintanya secara khusus dalam do’a-do’a yang dipanjatkan.

– Demikianlah Alloh Ta’ala memberikan nikmat-Nya kepada manusia tanpa perhitungan, sehingga bila manusia berusaha memperkirakan, maka tidak akan bisa melakukannya.

– Dalam ayat disebutkan “la tuhsuuhaa”, yang artinya memperkirakan, bukan menghitung. Memperkirakan itu karena sangat banyaknya hal yang perlu dihitung, sebagaimana pelaksanaan sensus penduduk, jelas hasilnya tidak bisa sama dengan kondisi riil penduduk yang mendiami suatu negeri, tapi berharap bahwa perkiraan itu mendekati kenyataannya.

– Ayat ke-34 ditutup dengan pernyataan bahwa manusia itu “zholuumun kaffaar”, karena manusia lebih banyak menggunakan nikmat yang Alloh Ta’ala berikan bukan untuk kebaikan, atau bukan di jalan kebaikan.

# Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon maaf atas segala kekurangan.