BismilLah.
Assalamu’alaykum.
Tak disangka-sangka bahwa konsep bebas, kini ternyata bisa berkembang
sedemikian pesatnya, hingga hampir seluruh aplikasi di toko bernama
Google Play Store bertanda “FREE” alias “BEBAS”.
Sejak awal
digagas adanya aplikasi bebas, sebenarnya ia merupakan konsep yang kurang
disukai oleh perusahaan perangkat lunak (penghasil aplikasi berbayar), mengapa?
Ya jelas, karena setiap aplikasi pasti bisa dijual. Nah di saat banyak
berkembang aplikasi bebas, lalu darimana perusahaan tersebut bisa panen
jualan aplikasi dan bertahan hidup?
Tapi, quddarulLoh, dengan taqdir
Alloh Ta’ala semata, konsep aplikasi bebas tetap saja mengemuka, bahkan
bisa dibilang merajai dunia android.
Tanya : “Iya ya, koq bisa aplikasi bebas berkembang pesat. Apa penyebabnya, Bro?”
Jawab : “Kebanyakan orang masa kini sudah bosan dengan tradisi beli aplikasi, hi
hi hi. Bukan itu sih intinya, tapi ketika konsep aplikasi bebas dimunculkan,
ternyata pengusung konsepnya punya pandangan unik : bahwa sudah
semestinya orang yang membeli komputer itu juga punya hak untuk menggunakan
aplikasi.”
Tanya : “Lho memang nya kalau ane (saya), misalnya, beli komputer, apa tidak punya hak menggunakan aplikasi?”
Jawab
: “Kalau mengacu pada tradisi selama ini, sebelum android (komputer dalam
genggaman tangan) lahir, maka ente (kamu) seharusnya beli lagi aplikasi supaya
komputernya bisa berjalan normal. Jadi ente (kamu) musti bayar dua kali
lipat.”
Tanya : “Ooo begitu, berarti pengusung aplikasi bebas itu
sudah meringankan para pembeli komputer baru ya? Lantas tradisi
aplikasi bebas itu semacam apa, Bro?”
Jawab : “Ya, jelas meringankan
para pembeli komputer. Nah, tradisi itu adalah : setiap aplikasi bebas,
karena secara umum kode sumber-nya terbuka, maka orang lain bisa ikut
memanfaatkan kode tersebut untuk membangun aplikasi miliknya. Selanjutnya,
para pembuat aplikasi baru yang telah mengambil kode sumber terbuka tadi, maka ia
pun diharuskan melepas sebagian atau seluruh kode-nya kepada publik (masyarakat
pengguna). Sehingga semakin banyak kode sumber terbuka dilepas, maka makin
banyak pula aplikasi lain yang bisa dibuat. Inilah yang ane (saya) namakan sebagai :
KREATIF TERUSKAN TRADISI.”
Demikianlah sobat, tradisi aplikasi
bebas hari ini, layaknya sebuah bola salju yang turun gunung, setiap kali
menggelinding turun, maka setiap kali ia membesar ukurannya,
hingga menyulitkan siapa pun yang mau mencegahnya turun. Hingga akhirnya ia berada di tempat landai yang mau menerima apa-adanya.
Dakwah agama Islam pun demikian. Mengapa? Agama
Islam telah membebaskan manusia dari penghambaan diri satu manusia kepada manusia yang lain.
Dan agama Islam kode sumber-nya alias rujukannya terbuka lebar-lebar, silakan buka
Al-Quran dan Al-Hadits. Juga agama Islam disebarkan dengan meneruskan
tradisi secara kreatif !
Ada sebagian ulama yang mengajarkan agama
Islam tanpa memungut biaya sepeser pun, ia lebih ridho bekerja dengan tangan
sendiri hingga bercucuran keringat membasahi tubuhnya. Tak ingin namanya
dikenal melambung, tapi jejaknya sungguh mengesankan banyak orang yang mengetahui
kezuhudan mereka.
Ada sebagian ulama yang memikirkan metode lebih
maju dan capai keberhasilan tersendiri, sehingga ia pun “menjual” metode-nya
dalam rangka pengembangan dakwah Al-Islam. Mereka tetap berpijak bahwa ayat-ayat Alloh tidak boleh dijual, ia hanya boleh dibagikan kepada manusia
secara bebas merdeka!
Para ulama pengemban dakwah saling
mengambil ilmu antara satu dengan lainnya. Mereka (semoga Alloh Ta’ala
jagakan dalam kebenaran dan kebaikan) saling berbagi ilmu dan menguatkan
barisan bahwa dakwah Al-Islam harus meluas di Bumi tempat berpijak, tidak dengan
embel-embel perhiasan duniawi, tapi dengan iming-iming ridho Alloh Tabaroka
wa Ta’ala, dan janji masuk surga yang tertinggi!
Para Ulama KREATIF TERUSKAN TRADISI dakwah Al-Islam dimana pun mereka berada. SubhanalLoh !
Sadarilah
ikhwani bahwa masa kejayaan Islam dan Muslimin terus mendekat. Muslimin-lah yang akan memimpin peradaban manusia masa depan nanti. Entah melalui
jalan dan arah yang mana. WalLohu a’lam.
# Semoga bermanfa’at sebagai bahan renungan