BismilLah.
Assalamu’alaykum.
Sejak telepon genggam (handphone) dipadukan dengan komputer, maka lahirlah telepon cerdas (smartphone) dengan sistem operasi yang terpasang didalamnya, yang kita kenal saat ini sebagai Android. Sejak itu pula manusia perlahan tapi pasti menuju suatu perubahan budaya, sosial, ekonomi, politik, bahkan keamanan.
Bayangkan, manusia kini tak lagi hanya berkomunikasi dengan mulut, tapi juga dengan pesan berupa ketikan kata-kata. Manusia tak lagi hanya berkomunikasi dengan 1-2-3 orang, bahkan bisa 100 orang sekaligus. Manusia tak lagi menunggu berita, bahkan kini bisa membuat berita sendiri, walaupun hoax (berita dusta).
Baik, kita lanjutkan isu terbaru yang sedang heboh saat ini, yakni munculnya kebijakan privasi baru dari aplikasi WA pada tgl.04 Januari 2021M lalu. Kebijakan itu menyatakan bahwa sebagian data pengguna aplikasi akan dibagikan ke FB, dan hal itu langsung menimbulkan pro-kontra para pengguna WA. Sebagian pengguna WA memutuskan untuk segera pindah (migrasi) ke aplikasi lain, ada yg pindah ke BIP Messenger, ke Telegram, ke Signal, dlsb.
Mengapa perubahan kebijakan itu membuat heboh dunia maya? Bagaimana tidak heboh, karena ternyata lebih dari 2 Milyar penduduk bumi di 180 negara telah menggunakan aplikasi WA tersebut. Kini, para pengguna WA merasa terusik karena data mereka akan di “panen” oleh FB. Sbg catatan: FB selama th.2019 lalu telah mengalami kebocoran data lebih dari 1 Milyar penggunanya!
Jadi, keamanan data itu ternyata penting bagi kita selaku pengguna media sosial. Padahal sebenarnya, kata para ahli keamanan Internet, tidak satu pun aplikasi yang bisa menjamin keamanan data kita. Tentu anda boleh percaya atau tidak?
Jadi apakah kita perlu pindah aplikasi supaya data pribadi aman? Hemat saya: Itu hanya masalah teknis, pasang saja aplikasi baru dan mulai menggunakannya. Iya, sesuaikan saja dengan keperluan kita.
Lalu apakah ada hal yang lebih penting daripada keamanan data pengguna media sosial?
Jawaban-nya: Ada!
Apakah itu?
Jawaban-nya: Yang lebih penting daripada keamanan data media sosial adalah: sikap kita sebagai penggunanya.
Lho koq bisa?
14 abad yang lalu RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam telah mengisyaratkan Nubuwwah, yakni tanda Kenabian, salah satunya adalah Fitnah akhir zaman.
Pada zaman RosululLoh masih hidup beredar fitnah diantara muslimin, sehingga pernah ‘Aisyah Ummul Mukminin rodhiyalLohu ‘anha dilanda kesedihan yang luar biasa karena dituduh telah berzina dengan salah seorang shohabat Nabi.
Fitnah itu terjadi karena apa yang disabdakan beliau, yakni : qiila wa qoola (katanya si anu, tidak jelas keabsahan beritanya, hanya menduga-duga saja). Padahal kita tahu bahwa shohabat-shohabiyat Nabi saat itu masih sedikit, bilangan mereka baru mencapai ribuan orang. Kini jumlah muslimin sudah lebih dari satu milyar orang, itu berarti berlipat jutaan kali, sehingga demikian pula berlipatnya fitnah yang menimpa muslimin hari ini. Pernahkah hal ini kita pikirkan?
Fitnah di masa kini tidak lagi mengenal batas negeri, suku, usia, pendidikan, kekayaan. Fitnah mudah tersebar karena teknologi yang ada di genggaman kita, yang bernama Internet melalui aplikasi apapun namanya. Bahkan fitnah itu kadangkala kita bantu tebar karena kebiasan buruk suka meneruskan berita (copas -copy paste-, forward), dan tiba-tiba ciri seorang mukmin untuk melakukan tabayyun seakan-akan hilang begitu saja.
Nubuwwah RosululLoh menyatakan bahwa fitnah akan turun bagaikan air hujan, dan hampir-hampir tidak ada cara untuk selamat daripadanya, kecuali kita sanggup melewati celah diantara titik-titik air hujan yang sedang turun! Sadarkah kita bahwa hujan fitnah itu kini bisa saja turun melalui aplikasi, misalnya: Youtube, Facebook, WhatsApp, dan segudang aplikasi lainnya?
Fitnah itu lalu tiba-tiba beredar di sekitar kita sehingga menyebabkan mata terbelalak, telinga terasa panas, memusingkan kepala, menggetarkan tubuh, membuat ciut nyali, menggoyahkan hati, bahkan mungkin mengguncang Iman!
Saksikan hadits berikut ini…
Dari Usamah rodhiyalLohu ‘anhu, ia berkata, “Suatu waktu Nabi shollalLohu ‘alayhi wa sallam berdiri diatas ketinggian, dari tempat yang tinggi (bukit) di Madinah. Maka beliau bersabda, “Dapatkah kalian melihat apa yang aku lihat? Aku melihat letak fitnah di sela-sela rumah kalian, bagaikan turunnya air hujan.” (HR.Bukhori, Muslim dalam al-Lu’lu’ wal Marjan hadits ke-1832)
Nabi mengatakan fitnah di Madinah saat itu seperti turunnya air hujan, terbayangkah kita bagaimana hebatnya fitnah hari ini?
Sudah selayaknya kita perbanyak istighfar, semoga diri kita tidak tenggelam dalam hujan (dan badai) fitnah. Aamiin.
Setelah mengetahui adanya kebocoran besar data di dunia maya Internet, adanya hujan fitnah akhir zaman, lalu apa yang tersisa pada diri kita sebagai muslimin? Ingatlah firman Alloh Ta’ala berikut:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا… (فاطر:10)
“Barangsiapa menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) kemuliaan itu semuanya milik Alloh.” (QS. Fathir 35/10)
Iya, ini dia solusinya, jadilah kita pengguna media sosial yang memiliki kemuliaan (‘izzah). Lho apa maksudnya?
Saksikan hadits berikut ini…
Dari Hudzaifah rodhiyalLohu ‘anhu, ia berkata, RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menjadi Imma’ah. Kalian berkata: jika para manusia baik, kami pun ikut baik. Dan jika mereka zholim, kami pun ikut zholim. Tetapi, siapkan diri kalian (untuk menerima kebenaran dan kebaikan). Jika orang-orang baik, kalian harus baik. Dan jika mereka rusak, maka kalian jangan menjadi orang zholim.” (HR. Tirmidzi No.1930, hasan ghorib)
Inilah definisi Imma’ah dari Nabi, yakni: ikut-ikutan. Baik ikut-ikutan menjadi baik, atau ikut-ikutan menjadi buruk. Ikut-ikutan menjadi baik saja itu tidak baik, apalagi ikut-ikutan menjadi buruk.
Mengapa ikut-ikutan menjadi baik itu tidak baik? Karena apapun yang dilakukan tanpa ilmu, tidak akan berkekuatan lama, hanya sebentar saja. Apalagi komunitas (baca: grup) yang diikuti tadinya baik, lalu berubah menjadi jahat, pasti anggotanya akan berubah menjadi jahat juga. Karena dahulu, baiknya para anggota bukan karena ilmu, tetapi karena ikut-ikutan komunitas (baca: grup) yang diikutinya.
Disinilah peran kita sebagai muslimin, semestinya kita berlaku ‘izzah (mulia), bukan imma’ah (ikut-ikutan).
Tugas utama kita adalah berdakwah kepada kebenaran (al-Haq) : mengajak, bukan diajak; selalu berusaha berbuat kebaikan, di saat orang banyak berbuat keburukan; jangan ikut-ikutan menebar fitnah; selalu menjaga kemuliaan diri dan agama, termasuk di saat kita menggunakan media sosial.
Perbaiki, perbaharui dan luruskan niyat kita dalam menggunakan media sosial.
Perbanyak ilmu dan dakwahkan pengamalan Islam sepenuhnya.
Kalau sebagian muslimin memiliki keyakinan kuat di akhir zaman akan datang Imaam Mahdi, yang memimpin muslimin seluruh dunia, sehigga ‘izzah Islam wal muslimin nampak jelas. Tapi kapan kita mulai berdakwah, mengajak muslimin untuk bersatu dalam wadah Jama’ah Muslimin, dengan pimpinan seorang Imaam?
‘Izzah Islam wal muslimin tidak akan kembali kecuali kita berusaha mulai memuliakan diri dan agama, walaupun di media sosial.
Pilihlah ‘izzah, bukan imma’ah!
Selesai. Semoga bermanfa’at.
Sumber rujukan:
https://fortunly.com/statistics/whatsapp-statistics/
https://selfkey.org/facebooks-data-breaches-a-timeline/
https://www.parentingnabawiyyah.com/2013/01/04/generasi-izzah-bukan-immaah/