BismilLah.
Catatan kajian Jum’at ba’da Shubuh 24 Dzulhijjah 1441H/14 Agustus 2020M, bersama Syaikh Mahmud dan Ustadz Muflihuddin, hafizhohumalLoh, di Masjid An-Nubuwwah – Dusun Muhajirun, Lampung sbb:
– Melanjutkan pembahasan ttg pandemi Covid-19. Pertanyaan menarik : adakah suatu daerah di muka Bumi ini yg aman dari tho’un? Berdasar hadits RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam, daerah itu adalah kota Madinah, yang tidak dimasuki tho’un dan dajjal (HR. Bukhoriy 1880). Pada hadits lain, RosululLoh telah menahan demam untuk Madinah dan melepaskan tho’un untuk Syam (HR. Ahmad 20.767). Sehingga bila demam mengenai penduduk kota Madinah, maka kondisi tersebut sudah dimaklumi oleh Muslimin di sana.
– Seberapa luas yang dimaksud sebagai kota Madinah dalam sabda RosululLoh tersebut, sementara kita ketahui bahwa kota Madinah terus diperluas? Batas kota Madinah pada masa RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam adalah sbb: sisi Utara : Jabal Tsur, sisi Selatan : Jabal ‘Ayr, sisi Timur : Harroh Waqim (disebut “harroh” karena daerah yang sangat panas), dan sisi Barat : Harroh Wabroh.
– Lalu bagaimana caranya mengetahui, apakah pandemi Covid-19 saat ini termasuk waba` atau tho’un? Maka mari kita lihat bagaimana kondisi kota Madinah. Bila pandemi tersebut mengenai penduduk kota Madinah maka ia adalah waba`, bukan tho’un. Dan sebaliknya, bila pandemi tersebut tidak masuk mengenai penduduk kota Madinah maka ia adalah tho’un. WalLohu a’lam.
– Persoalan yang kemudian muncul adalah : bagaimana pembagian (harta) warits, bila satu keluarga semuanya wafat terkena tho’un? Oleh Kholifah ‘Umar diperintahkan untuk menyelidiki siapa yang wafat lebih dahulu, sehingga bisa dibagikan hartanya kepada ahlinya yang wafat kemudian. Demikian seterusnya, diteliti dan dibagikan bertahap. Bila tidak ada lagi anggota keluarga (besarnya) yang mewarisi (menerima harta peninggalan yang wafat), maka hartanya diserahkan kepada Baytul Maal.
– Berdasar dugaan kuat bahwa asal muasal pandemi Covid-19 itu dari orang-orang kafir (kafirin), maka bolehkah mendo’akan keburukan bagi mereka? Untuk menjawab hal ini maka kita harus ketahui lebih dulu, apakah mereka itu tergolong kafir harbi atau kafir mu’ahid.
– Yang disebut sebagai kafir harbi (wajib dilawan) adalah orang kafir yang memerangi Islam dan Muslimin, yakni memerangi sekaligus kedua pihak tersebut, baik secara fisik atau secara fikir. Adapun pihak lain yang membantu kafir harbi dalam tindakan mereka, maka ia juga termasuk dalam golongan kafir harbi tersebut, walaupun dirinya mengaku sebagai muslim.
– Bilamana ada orang kafir yang hanya memerangi salah satu pihak, yakni hanya memerangi Islam, atau hanya memerangi Muslimin, maka ia tidak termasuk kafir harbi. WalLohu a’lam.
– Kembali kepada masalah do’a, maka boleh mendo’akan keburukan bagi kafir harbi dan golongan yang membantu mereka, sebagaimana halnya pelaksanaan qunut nazilah. Adapun kepada kafir mu’ahid (yang memiliki ikatan janji dengan muslimin) maka lebih utama untuk mendo’akan kebaikan agar mereka mendapatkan hidayah, sehingga mereka memeluk agama Islam.
– Kita perlu membedakan antara waba` dan tho’un, karena memang keduanya berbeda kedudukan hukumnya. Bila terjadi waba` maka kita boleh berdo’a meminta kepada Alloh Ta’ala untuk menghilangkan nya, tetapi kita tidak boleh meminta hal yang sama untuk tho’un. Mengapa? Insya Alloh akan dijelaskan pada pertemuan mendatang.
# Demikian catatan kami, semoga bermanfa’at dan mohon maaf atas segala kekurangan.