BismilLah.
Catatan kajian Jum’at ba’da Shubuh 26 Dzulqo’dah 1441H/17 Juli 2020M, bersama Syaikh Mahmud dan Ustadz Muflihuddin, hafizhohumalLoh, di Masjid An-Nubuwwah – Dusun Muhajirun, Lampung sbb:
– Syarat Tawhid ada 7 hal. Supaya mudah untuk dihafal maka diringkas menjadi : (‘Ain) ع – (Tsalatsa Qof) ق ق ق – (Itsnayn Shod) ص ص – (Kha) ح. Yakni :
1). ‘Ain => Al-‘Ilmu (memiliki ilmu)
2). Qof => Al-yaQin (meyakini), al-inQiyadu (mentaati), al-Qobulu (menerima)
3). Shod => Al-IkhlaSH, ash-SHidqu (membenarkan)
4). Kha => Al-MaKHAbbah (mencintai)
– Kali ini kita akan melanjutkan bahasan terkait wabah Covid-19, yakni tentang YAQIN, yang merupakan bagian dari Tawhid kita.
– Ada dan tidaknya wabah (penyakit), tertimpa dan tidaknya kita dengan musibah, bagi seorang Muslim hal itu berkaitan erat dengan yaqin (atau meyakini) akan taqdir
– Bagi seorang Muslim, maka ia menjadi tenang saat mengetahui bahwa semua yang terjadi atas dirinya adalah atas kehendak Alloh Ta’ala semata (QS. At-Taghobun 11)
– Bertawakkal (menyandarkan diri) hanya kepada Alloh Ta’ala atas semua musibah yang terjadi (QS. At-Tawbah 51)
– Bagaimana mendapatkan penjagaan dari Alloh? Mari merujuk pada hadits berikut ini : dari ‘Abdulloh bin ‘Abbas bahwa RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Wahai pemuda. Jagalah (agama) Alloh, maka Dia (Alloh) akan menjagamu. Jagalah Alloh, niscaya engkau dapati Dia (Alloh) bersama dirimu. Jika engkau memohon sesuatu, maka mohonlah kepada Alloh. Dan jika engkau minta tolong, maka mintalah pertolongan kpd Alloh.” (HR. Tirmidziy 2516)
– Bahwasanya bila seluruh manusia (ditambah dengan seluruh jin) berusaha menolong seseorang dengan sesuatu, maka tanpa ketetapan dari Alloh Ta’ala hal itu tidak akan terjadi. Demikian pula sebaliknya, bila seluruh manusia (ditambah dengan seluruh jin) berusaha mencelakakan seseorang dengan sesuatu, maka tanpa ketetapan dari Alloh Ta’ala hal itu tidak akan terjadi
– Semua kejadian di dunia ini sudah ditetapkan, berdasar hadits bahwa taqdir semua makhluq telah dituliskan (di Lauhul Mahfuzh) oleh Alloh Ta’ala sejauh 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi (HR. Muslim 2653).
– Kalimat yang patut diucapkan saat seorang Muslim terkena musibah adalah istirja’, shobar menerima taqdir Alloh Subhanahu wa Ta’ala
– Bagaimana ketika musibah menimpa seorang Muslim? Kita mengambil teladan dari shohabat ‘Imron bin Hushoyn rodhiyalLohu ‘anhu, yang banyak meriwayatkan hadits RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam. Beliau menderita sakit perut selama 30 tahun, dan selama itu pula lebih banyak berbaring. Namun beliau tetap semangat, tidak terlihat putus-asa di wajahnya. Ketika ditanyakan kepada beliau, mengapa ia tetap semangat saat sakit, sedangkan ia tidak seperti para shohabat lain yang dapat bekerja, bahkan berjihad di jalan Alloh. Beliau menjawabnya, “Apapun yang diridhoi oleh Alloh, maka aku pun ridho padanya. Selama Alloh ridho penyakit ini ada pada diriku, maka aku pun ridho ia (penyakit ini) mengenai diriku.”
– Tetap banyak bersyukur walau tertimpa musibah. Imam Syuroyh al-Qodhi mengatakan : “Sungguh aku ketika ditimpa musibah maka aku memuji Alloh karena 4 sebab. Yakni (1). Memuji-Nya karena musibah ini tidak seberapa (dibandingkan musibah orang lain yang lebih besar), (2). Memuji-Nya karena Ia telah memberiku rizqi berupa shobar atas musibah (yang terjadi), (3). Memuji-Nya karena mencukupkan diriku (ridho) dengan mengucapkan kalimat istirja’, yang dengan ucapan itu aku mendapatkan ganjaran (pahala), (4). Memuji-Nya karena musibah itu tidak menimpa agamaku (merusak keyakinanku, atau mengeluarkanku dari Islam).
# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfa’at dan mohon maaf atas segala kekurangan