Catatan Jumadal Ula 1441H – Amal Yang Dilarang Bagi Muslim Yang Berhadats

BismilLah.

Assalamu’alaykum.
Kajian pagi ba’da Shubuh 29 Jumadal Ula 1441H/24 Januari 2020M bersama Ustadz Muflihuddin di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun, Natar – Lampung sbb:

– Ringkasan fiqh (muallif Syaikh Sholih Fawzan Al-Fawzan) tentang hal apa saja yang dilarang bagi orang yang berhadats besar atau kecil yakni :

1). Memegang mushaf Al-Quran, kecuali dengan perantara seperti sampul dan lain sebagainya. Hal ini berdasar QS. Al-Waqi’ah 56/79. Walaupun ada sebagian ulama yang memahami kalimat dalam ayat tersebut : “hamba-hamba yang disucikan” adalah malaykat, tetapi hal itu juga mengikat kepada manusia, berdasar hadits kakek Amru bin Hazm bahwa RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam mengirim surat kepada penduduk Yaman agar tidak menyentuh mushaf kecuali sesudah bersuci. Berbeda hal nya bila sekedar membawa mushaf (bukan membuka, membalik halaman, dan semacamnya) maka boleh dengan perantara tas dan sebagainya. Larangan tersebut menjadi ijma’ ulama, termasuk 4 Imam Mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali).

2). Membaca Al-Quran, kecuali sebagai bagian dari dzikir harian/rutin. Berdasar hadits dari Ibnu ‘Umar bahwa RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam melarang orang junub dan haidh membaca Al-Quran. Adapun dzikir atau pembicaraan yang didalamnya ada bagian dari ayat Al-Quran maka diperbolehkan, karena tidak ditujukan untuk membaca ayat secara khusus. Ada sebagian ulama yang membolehkan wanita haidh, karena waktunya “halangan” yang lama, untuk membaca Al-Quran (tanpa memegang mushaf) bila dikhawatirkan hafalan nya akan hilang.

3). Melaksanakan sholat, baik bagi orang yang ingat atau lupa, baik orang yang tahu atau tidak tahu. Berdasar QS. Al-Maidah 5/6 dan QS. An-Nisa` 4/43. Adapun orang yang sengaja sholat tanpa bersuci maka ia berdosa dan harus mengulangi sholat nya. Sedangkan bagi orang yang tidak tahu, maka ia tidak berdosa, tetapi harus diberitahu ilmunya dan mengulangi sholatnya.

4). Melaksanakan thowaf, karena hukum thowaf mengikuti sholat, berdasar
hadits dari Ibnu ‘Abbas bhw RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam samakan thowaf di Ka’bah dengan sholat, hanya saja boleh sedikit bicara. Yakni tidak sbgmn larangan bicara saat sholat.

5). Berdiam diri di masjid atau musholla (yg khas), kecuali sekedar
lewat saja, berdasar QS. An-Nisa` 4/43. Adapun pendapat yang membolehkan didasarkan pada riwayat Atho` bin Yasar bahwa para shohabat RosululLoh berwudhu untuk meringankan junub, agar mereka bisa berdiam di masjid, walaupun mereka tetap wajib mandi (sebelum sholat). Hal larangan ini juga berlaku untuk musholla yang sudah ditetapkan sebagai tempat untuk sholat ‘Iedayn. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya wanita haidh dan nifas tetap diperintahkan keluar rumah dan menghadiri sholat ‘Iedayn, namun tidak masuk ke area musholla.

WalLohu a’lam.

# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfa’at dan mohon maaf atas segala
kekurangan