Nasihat Robi’uts Tsani 1441H – Berdo’alah Dengan Nama Alloh & Asmaul Husna

BismilLah.

Assalamu’alaykum.

Tilawah QS.Al-Isro ayat 110-111 bersama Imaamul Muslimin pada Kamis ba’da Shubuh, 29 Robi’uts Tsani 1441H/26 Desember 2019M di Masjid An-Nubuwwah Dusun Muhajirun, Natar – Lampung sbb:

– Kali ini adalah kajian terakhir QS.Al-Isro`, setelah itu kita lanjutkan tafsir QS.Ibrohim. Dua surat ini saling berkaitan erat, karena Ibrohim adalah nenek moyang Bani Isroil.

– Ketika ditanyakan kepada RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam, siapakah Nabi yang terbaik nasab-nya, maka beliau menjawab : Nabi Yusuf, karena beliau adalah anak Nabi Ya’qub, cucu Nabi Ishaq, cicit Nabi Ibrohim. Sedangkan nasab Muhammad RosululLoh bersambung kepada Nabi Isma’il, tetapi jauh masanya dan tidak ada Nabi diantara keduanya.

– Pada ayat ke-110, Alloh Ta’ala memerintahkan kepada Muhammad RosululLoh (yang hakekatnya adalah kepada Ummat Islam) untuk berdo’a dengan menyeru nama Alloh atau Ar-Rohman. Dalam ayat ini mengapa yang disandingkan adalah Ar-Rohman, bukan Ar-Rohim?

– Dalam kajian sebelumnya tentang QS.Al-Fatihah, kita ketahui bahwa sifat Ar-Rohman itu lebih luas daripada Ar-Rohim. Dengan Ar-Rohman maka muslimin yang sholat tahajjud atau tidak, keduanya tetap diberi kesempatan hidup. Dengan Ar-Rohman maka yang sholat Shubuh atau tidak, keduanya tetap diberi nafas, dan seterusnya. Sedangkan sifat Ar-Rohim adalah sifat kasih sayang Alloh untuk orang-orang yang beriman.

– Kita boleh menyebut Alloh dalam do’a dengan berbagai nama yang terbaik (Asmaul Husna). Pada ayat ini tidak disebutkan apa saja nama-nama itu. Dengan metode tafsir muqorron, yang mengumpulkan ayat-ayat dengan tema sama, kita temukan penyebutan Asmaul Husna itu pada ayat terakhir QS.Al-Hasyr (59:24).

– Pada tiga ayat akhir QS.Al-Hasyr itulah disebutkan nama-nama Alloh yg terbaik. Yakni : Alloh (nama Tuhan), Ar-Rohman, Ar-Rohim, Al-Malik, Al-Quddus, As-Salam, Al-Mu`min, Al-Muhaymin, Al-‘Aziz, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Kholiq, Al-Bari`, Al-Mushowwir, Al-Hakim.

– Selanjutnya pada ayat 110 disebutkan tuntunan suara dalam berdo’a, yakni tidak keras dan tidak lunak. Dalam tinjauan fiqh maka batasan maksimal keras suara dalam do’a adalah seperti halnya suara sholat jahr (Shubuh, Maghrib, ‘Isya), tapi tidak sekeras suara dalam khutbah.

– Pada ayat ke-111 sebagai penutup QS.Al-Isro`, ia didahului dengan pujian, sebagaimana pembuka surat ini juga didahului dengan pujian. Selanjutnya disebut nama Tuhan, yakni Alloh, karena Tuhan yang disembah manusia itu banyak.

– Ketika musyrikin bertanya tentang Tuhan kepada RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam, ditanyakan siapa Tuhanmu, berapa banyak Tuhanmu, seperti apa Tuhanmu, bagaimana keturunan Tuhanmu, maka Alloh Ta’ala turunkan QS.Al-Ikhlash sebagai kunci jawaban.

– Lalu dilanjutkan dengan bantahan bahwa Alloh tidak menpunyai Anak, yang disebut dengan kata “waladun”, bukan “ibnun”. Apa bedanya? Inilah keterbatasan Bhs.Indonesia.

– Disebut “waladun” bila ia anak biologis (ada bapak & ada ibu), sementara disebut “ibnun” bila ia adalah anak selain itu, seperti anak tiri (anak bawaan istri yang dipanggil sebagai anak suami, atau sebaliknya), anak panggilan (ada yang dinamai ibnu hajar, tapi jelas dia bukan anaknya batu).

– Ketika Yahudi menghinakan serendah-rendahnya Bunda Maryam sebagai pezina dan ‘Isa bin Maryam sebagai anak zina, di sisi lain Nasrani menyanjung setinggi-tingginya ‘Isa bin Maryam sebagai Anak Tuhan, maka Islam datang dengan firman Alloh Ta’ala sebagai penengah.

– Kalaulah ‘Isa bin Maryam lahir tanpa bapak, maka Nabi Adam lahir tanpa bapak & ibu, maka sebenarnya yang lebih pantas disebut Anak Tuhan adalah Adam, bukan ‘Isa. Pun demikian, kalau Adam bisa lahir tanpa bapak & ibu, mengapa Yahudi memaksakan tuduhan zina kepada Bunda Maryam dengan lahirnya ‘Isa?

– Perhatikan bahwa ‘Isa disebut Alloh sebagai ibnu Maryam, bukan waladu Maryam. Artinya memang ‘Isa itu anak Maryam tetapi bukan anak biologis (sebagai akibat hubungan suami-istri).

– Dilanjutkan dengan bantahan bahwa Alloh tidak mempunyai sekutu dalam Kerajaan-Nya. Dia-lah Alloh yang Ahad. Apa bedanya “Ahad” dengan “Wahid”? Ini juga keterbatasan Bhs.Indonesia. Ahad itu satu, yang tiada duanya, apalagi tiganya dan seterusnya. Sedangkan Wahid itu juga satu, tapi ada dua, tiga dan seterusnya.

– Dilanjutkan dengan bantahan bahwa Alloh tidak memerlukan Waliy, dalam terjemahan dituliskan “penolong”, ini juga keterbatasan bahasa. Istilah Waliy itu lebih luas daripada penolong, Nashir.

– Ayat ke-111 ditutup dengan perintah kepada Ummat Islam untuk mengagungkan Alloh Ta’ala seagung-agungnya.

# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfa’at, dan mohon maaf atas segala kekurangan