BismilLah.
Assalamu’alaykum .
Kajian Jum’at ba’da Shubuh bersama Syaikh Mahmud Asy-Syarif, 25 Robi’ul Awwal 1441H/22 Nop 2019M di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Al-Muhajirun sbb:
– Kali ini kita akan membahas Bab Thoharoh, walaupun mungkin pernah dibahas sebelumnya, semoga hal ini kembali mengingatkan dan memperbaharui ilmu. Bahasan didasarkan atas mazhab Syafi’i.
– Dari 4 mazhab besar yang terkenal yakni : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali rohimahumulLoh, ternyata 3 orang yang disebut terakhir, saling terkait sebagai guru dan murid, sehingga ushul fiqh mereka bertiga juga sama.
– Perbedaan yang terjadi antar mazhab adalah ketika menetapkan hukum sebuah masalah, ternyata tidak dijumpai dalil dalam Al-Quran, tidak pula dalam Hadits, tidak pula dalam ijma’ Ulama, maka mereka memilih : apakah akan berijtihad mandiri (dengan merujuk pada rambu-rambu A-Quran dan Hadits yang mereka pahami), atau mengambil kebiasaan masyarakat setempat (adat di Makkah, Madinah, dan lain kota).
– Diantara Imam Mazhab tersebut yang dinilai oleh para Ulama menguasai hadits adalah Ahmad bin Hanbal, sehingga beliau disebut “Amirul Mukminin fil Hadits” (hafal 1 juta hadits). Beliau mempunyai murid yang kita kenal sebagai Imam Bukhori (hafal 700 rb hadits). Imam Bukhori pun mempunyai murid yang kita kenal sebagai Imam Muslim (hafal 500 rb hadits).
– Begitu semangatnya para salafush sholih untuk menghafal hadits, setelah hafal Al-Quran, sehingga demikianlah Alloh Ta’ala menjadikan mereka sebagai bagian dari para penjaga kemurnian agama Islam ini.
– Pembahasan thoharoh dimulai dengan hadats, yang mana hadats itu dibagi dua, yakni hadats besar dan kecil. Hadats besar – kecil pun terbagi dua, yakni bi khobats (dengan hal yang tampak) dan bi duni khobats (tanpa hal yang tampak).
– Hadats besar bi khobats contohnya : jima’, haidh, nifas.
– Hadats besar bi duni khobats contohnya : kafir.
– Hadats kecil bi khobats contohnya : kencing, madzi.
– Hadats kecil bi duni khobats contohnya : kentut, pegang kemaluan dengan sengaja.
– Sebagai alat penyuci hanya ada dua, yakni air dan tanah.
– Air yang sah digunakan bersuci adalah yang tidak berubah warna, bau dan rasa. Air laut dihukumi suci dan mensucikan oleh ijma’ ulama, walaupun ada warna, bau dan rasa.
– Adapun tanah digunakan untuk bersuci dengan cara tayammum, di saat tidak ada air yang cukup untuk bersuci.
# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfa’at, mohon maaf atas segala kekurangan