BismilLah.
Assalamu’alaykum. Kajian Tafsir Ibnu Katsir QS.An-Nisa 59 (lanjutan) bersama Ust.Mastur pada ba’da Shubuh hari Ahad, 05 Jumadil Akhiroh 1440H / 10 Pebruari 2019 di Masjid An-Nubuwwah, Dusun Muhajirun – Natar, Lampung sbb:
– Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa ‘Ammar bin Yasir berada dalam pasukan di bawah pimpinan Kholid bin Walid, rodhiyalLohu ‘anhuma.
– Pasukan tersebut ditugaskan ke sebuah desa, untuk menyerukan agar penduduknya masuk Islam. Barangsiapa yang menerima seruan maka ia akan selamat, dan barangsiapa menolak maka ia akan diperangi.
– Penduduk kampung tujuan ternyata mengetahui kabar datangnya pasukan Muslimin lebih dulu, sehingga mereka kabur kecuali seorang laki-laki dan keluarganya.
– Lelaki itu pun pergi saat malam hari menuju kemah tempat menginap pasukan Muslimin, lalu menemui shohabat ‘Ammar bin Yasir dan bertanya: apakah dirinya akan aman bila masuk Islam? Akhirnya lelaki itu pun masuk Islam dan mendapatkan jaminan dari ‘Ammar bin Yasir.
– Keesokan harinya, pasukan maju menyerbu desa tujuan, termasuk menahan lelaki yang sudah masuk Islam pada malam sebelumnya. ‘Ammar lalu menyatakan bahwa lelaki itu telah masuk Islam dan berada dibawah perlindungan dirinya.
– Terjadilah adu mulut antara Kholid dan ‘Ammar, karena ‘Ammar tidak memberitahu Kholid atas ke-Islam-an tawanan tersebut. Peristiwa ini dibawa ke hadapan RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam.
– RosululLoh menasehati ‘Ammar agar tidak mengulangi perbuatannya, karena ia telah melanggar ketertiban, yang mana dalam pasukan tersebut ‘Ammar adalah makmum, sedangkan Kholid adalah Amir (kepala) pasukan.
– Tetapi Kholid merasa tidak menerima keputusan tersebut sehingga terjadi lagi adu mulut antara keduanya. Kholid mengeluarkan kata-kata kasar yang menyinggung perasaan ‘Ammar, dan ‘Ammar pun marah. Sementara RosululLoh menguatkan kedudukan ‘Ammar, karena ia sudah paham akan kesalahan dirinya. Akhirnya Kholid meminta maaf kepada ‘Ammar.
– Masya Alloh, kita lihat bagaimana bijaknya RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam saat menyikapi perselisihan antara dua shohabat beliau.
– Ulil Amri awalnya adalah para Amir (Kholifah dan pembantunya) yang menguasai ilmu Syari’at Islam. Namun bergesernya waktu seiring taqdir Alloh, seseorang yang diangkat menjadi Amir kadangkala tidak paham Syari’at maka perlu ulama yang mendampinginya, sehingga Ulil Amri juga dimaknai sebagai Ulama.
– Dari akhir ayat ke-59, Ulama mengambil hikmah bahwa syari’at Islam didasarkan pada Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’ Ulama dan Qiyas.
# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfaat dan mohon maaf atas segala kekurangan.