BismilLah.
Assalamu’alaykum.
Tilawah QS.Al-Ahzab 50 bersama Imaamul Muslimin hafizhohulLoh pada Selasa ba’da Maghrib tgl.19 Robi’ul Awwal 1440H / 26 Nopember 2018M di Masjid At-Taqwa Cileungsi – Bogor sbb:
– Ayat 50 ini membahas tentang asal usul istri RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam, yakni sbb:
1). Dihalalkan menikah dengan cara memberikan maskawin. Berdasarkan tarikh, RosululLoh shollalLohu ‘alayhi *selalu memberi maskawin kpd Istri* yang berasal dari kalangan merdeka (bukan budak). Sebagai contoh adalah senilai 500 dirham (setara Rp.20 juta) untuk mahar ‘Aisyah rodhiyalLohu ‘anha. Dari hikmah inilah maka hendaknya para calon suami punya pekerjaan sehingga bisa memberikan maskawin sendiri, yakni maskawin tersebut bukan berasal dari pemberian orangtua calon suami.
2). Dihalalkan menikah dengan kalangan budak (hamba sahaya) yang dimiliki, atau budak yang diperoleh dalam peperangan (yakni dari kalangan kafir, bukan mukminat). Untuk nikah dengan budak, tidak disebutkan adanya maskawin maka diperbolehkan menikah dengan budak tanpa maskawin, walaupun *syari’at Islam menganjurkan kepada tuannya untuk memerdekakan budak, dan kemudian menikahinya* (sebagai bentuk pemulihan dan pemuliaan perempuan yang asal statusnya adalah budak).
2.a). Mengapa dalam ayat tersebut tetap disebutkan adanya budak? Karena : (a). Masih terbuka kemungkinan terjadinya perang di suatu zaman, sehingga akan ada perbudakan baru. (b). Memberikan keadilan atas tindakan kaum kafir, yang memberlakukan tawanan perang muslim sebagai budak. Hanya saja muslimin diperintahkan untuk berbuat baik kepada budak mereka, bahkan tuntunan syari’at banyak mempersyaratkan memerdekakan budak sebagai pembayaran denda. Dengan demikian sedikit sekali adanya budak di kalangan muslimin.
3). Dihalalkan menikah dengan anak perempuan bibi atau anak perempuan paman, baik dari garis ibu atau garis bapak dari RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam. Aturan syari’at ini menghapuskan ajaran ekstrim dari agama Kristen dan Yahudi. (3.a). Bagi Kristen, seseorang tidak boleh menikah dengan keturunan yang asal keturunannya sama dari mereka, hingga melewati 7 turunan. (3.b). Sedangkan bagi Yahudi, mereka membolehkan seseorang menikah dengan anak saudara kandung laki-laki atau anak saudara kandung perempuan mereka. *Syari’at Islam yang murni dan sempurna telah menggantikan ajaran keduanya.*
4). Nabi halal menikah dengan perempuan yang menyerahkan dirinya tanpa maskawin (mahar). Untuk golongan perempuan paling akhir ini, *hanya di-khusus-kan bagi RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam*, tetapi tidak berlaku bagi orang-orang yang beriman umumnya. Shohabat Ibnu ‘Abbas rodhiyalLohu ‘anhuma berkata, *”RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam tidak punya satu pun istri dari kalangan perempuan yang menyerahkan dirinya kepada beliau.”* (Atsar riwayat Ibnu Abi Hatim)
– Adapun bagi selain RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam, walaupun ada perempuan yang menyerahkan dirinya untuk dinikahi, tetaplah bagi calon suami untuk menyediakan mahar nikah. Hal ini sebagaimana ketetapan RosululLoh ketika menikahkan perempuan (yang menyerahkan dirinya kepada beliau) dengan shohabat nya, yakni dengan mahar hafalan Al-Quran.
– Kemudian akhir ayat menjelaskan tentang istri-istri orang beriman, yakni adanya pembatasan bagi lelaki mukmin untuk menikah maksimal dengan 4 (empat) perempuan mukmin merdeka, dan berapapun dari budaknya, juga terkait mahar dan saksi, yang diberlakukan kepada Ummat Islam. Hal tersebut disyari’atkan agar tidak menjadi kesempitan bagi muslimin.
– Dan Alloh Ta’ala adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfaat dan mohon maaf atas segala kesalahan yang ada