BismilLah.
Assalamu’alaykum.
Tilawah QS.Al-Baqoroh 2:183 ba’da Shubuh, Senin 21 Sya’ban 1439H / 07 Mei 2018M bersama Imamul Muslimin di Masjid An-Nubuwwah Muhajirun, Lampung sbb:
– Ayat 183 merupakan perintah untuk melaksanakan shiyam Romadhon. Ada empat kata yang dibahas selanjutnya (sebagaimana dalam makalah tabligh akbar), yakni: ya ayyuhalladzina, kutiba, shiyam dan la’allakum.
– Berdasarkan sunnah RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam bahwa shiyam Romadhon dimulai karena melihat (dalam bhs Arab: ru”yat) bulan (awal Romadhon) dan diakhiri pula karena melihat bulan (awal Syawwal). Jumhur ulama menyatakan bahwa ru”yat berlaku (sah) tanpa bergantung pada matlak (kedudukan orang yang melihat bulan awal).
– Sunnah ru”yat tersebut menjadi dasar pemersatu ummat Islam, mengapa? Karena dimanapun bulan awal Romadhon terlihat, maka shiyam pun mulai dilaksanakan oleh seluruh muslimin.
– Upayakan kita laksanakan sholat wajib (yang lima) secara berjama’ah, sebagaimana yang ditekankan oleh RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam. Berjama’ah dalam sholat juga menunjukkan dasar pemersatu ummat Islam.
– Mohon para ikhwan tidak mempermasalahkan syari’at secara fiqh, karena para Imam ahli fiqh menetapkan hukum tersebut untuk memudahkan ummat melihat jenjang kewajiban. Tentang sholat berjama’ah misalnya, ahli fiqh menetapkan fardhu kifayah, bukan fardhu ayn. Lalu bagaimana bila kita bersikukuh sholat di rumah, sedangkan di masjid hanya ada sedikit orang, tentu masjid tidak menjadi makmur.
– Contoh lain adalah penanganan jenazah. Secara fiqh, hukumnya juga fardhu kifayah, lalu bagaimana bila yang menangani jenazah hanya sedikit orang? Tentu akan sangat menyulitkan berjalannya syari’at. Maka hendaknya kita lebih condong kepada sunnah (amalan) RosululLoh dalam pelaksanaan syari’at, bukan bersandar kepada hukum fiqh nya.
– Demikian pula saat kita menengok syari’at Hajji, merasa sedih melihat kenyataan khutbah Arofah yang dilaksanakan di setiap tenda, padahal RosululLoh shollalLohu ‘alayhi wa sallam berkhutbah di hadapan ummat Islam saat itu (bukan sebagian). –
– Ketika pemimpin ummat disandarkan kepada Presiden (misalnya), maka kita bayangkan bagaimana puluhan Presiden (bersiap) akan berkhutbah disana. Bila sesuai sunnah maka yang berkhutbah di sana adalah Imamul Muslimin, satu pemimpin bagi muslimin seluruh nya.
– Demikianlah syari’at telah menunjukkan kepada kita, bagaimana ternyata agama Islam mewajibkan dan menghendaki bersatunya ummat Islam, sedangkan mereka telah mengangkat seorang pemimpin yang ditho’ati, yakni Imaam.
# Demikian ringkasan kami, semoga bermanfaat dan mohon maaf atas segala kekurangan.