BismilLah.
Setahun setengah yang lalu, Palang Merah Amerika mengatakan kepadaku bahwa perjalanan ke Palestina tidak dapat di-sah-kan karena negara itu tidak ada dalam data mereka. Kemarin, Palang Merah Amerika katakan bahwa aku seorang warga Israel.
Seorang teman sekelasku dan aku berjalan menuju bis donasi di kampus setelah kuliah pada hari Jum’at. Kami dipersilakan masuk ruang kantor mini yang terpisah, dimana perawat atau petugas donor menanyakan beberapa hal dan mencatat riwayat hidup. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah : “Apakah aku berpergian ke luar Amerika dalam 12 bulan terakhir?” Aku menjawab, “Ya, pergi ke Mesir dan Palestina.”
Wanita yang mempersilakan aku ke kantornya segera temukan data Mesir di data Palang Merah, tetapi Palestina tidak ditemukannya.
“Bisakah engkau mengejanya?”
“P-A-L-E-S-T-I-N-E,” aku eja-kan untuknya.
“Tolong eja lagi ya, aku tidak dapat menemukannya.”
Aku eja-kan lagi dan katakan kepadanya bahwa hal yang sama terjadi saat aku donor darah setahun yang lalu. Wanita itu menelepon petugas lapangan, yang mengalihkannya ke seorang manajer. Ia setelah hampir satu jam menunggu, mengatakan bahwa aku sebenarnya berpergian ke Israel. Aku sarankan si wanita tidak mengacuhkan hal itu.
“Tidak, kami tidak boleh lakukan itu,” dia berkata sambil meraih teleponnya dan menelepon manajer kantor. “Saya menerima pendonor darah yang berkata bahwa dia berpergian ke Mesir dan Palestina. Saya dapat temukan Mesir dengan mudah, tapi Palestina tidak ada di sistem kita.”
Dia menuliskan nama Palestine di catatannya dan meng-eja-nya untuk orang di seberang telepon sana.
“Apa kamu yakin kalau Palestina sebuah negara?”
“Ya. Ia terbitkan paspor dan visa sendiri.”
“Apa Paletina itu di Haiti?”
“Tidak, Ia ada di Timur-Tengah. Berbatasan dengan Mesir.”
Dia mendengarkan suara di telepon.
“Apakah berada di Asia Barat?”, dia bertanya kepadaku.
“Baiklah, ya, maksudku, ia (Palestina) berada di barat Asia, tetapi di Timur-Tengah. Berbatasan dengan Mesir, Suriah, Jordania.”
Dia mencari Asia Barat pada database-nya dan katakan kepada petugas di ujung telepon bahwa datanya tidak muncul juga.
“Apakah ia (Palestina) di Mesir?”
“Tidak.”
Dia bertanya kepada petugas bilamana Palestina termasuk zona malaria, dan berbalik ke arahku.
“Apakah (Palestina) di Asia?”
“Ya, dan persisnya di Timur-Tengah,” aku jawab dengan sabar.
Palang Merah coba katakan kepadaku bahwa Palestina tidak pernah ada, dan aku juga tidak pernah ada (karena warga Palestina).
“Apakah ia (Palestina) di Israel? Yakin bahwa ia sebuah negara? Karena bisa jadi ia sebuah propinsi lho.”
Sekarang. petugas di seberang telepon sana coba mencari Palestina dan nyatakan bahwa ia adalah propinsi, seperti Illinois atau Ohio, dan bukan negara.
“Ya, ini sebuah propinsi di Israel,” kata petugas donor darah.
“Tidak, yang betul bukan itu.”
“Tahukah kamu bila ia (Palestina) sebenarnya Gwamowa?”
“Apalagi Gwamowa?” aku keheranan. Kesabaranku mulai menipis sekarang.
“Baiklah, terima kasih,” kata si wanita berkata kepada petugas dan putuskan telepon. “Kami catat saja kalau kamu pergi ke Israel.”
Aku tidak terima keputusan wanita itu. Si wanita bersiteguh dan menyalahkan teknisnya bahwa Palestina tidak muncul di database. Aku jadi tidak mengerti, selama ini kemana aku pergi dan darimana aku berasal atau aku yang memang tidak tahu bahwa Israel telah menyatakan Palestina adalah propinsi di dalam negerinya.
Aku melihat dengan jelas bagaimana serangan ini dan bagaimana keputusan Palang Merah, untuk tahun ke-dua berurutan, mendaftarkan tujuan perjalananku sebagai Israel dan itu berpengaruh hebat. Secara politis, hal ini mengesahkan bahwa Palestina dan warga Palestina tidak pernah ada. Secara pribadi, identitasku terbantah dan kisah nenek-moyang negeriku telah ditulis ulang supaya cocok dengan cerita yang menginginkan hilangnya kami dari sejarah.
Si wanita meminta maaf dan katakan bahwa hal itu diluar kemampuannya. Aku mengerti bahwa ia hanya mengerjakan tugasnya. Masalahnya justru berasal dari Palang Merah sendiri dan kenyataan bahwa database mereka tidak memperdulikan Palestina, yang sangat dikenal. Ikatan Palang Merah Palestina dikenal sebagai “anggota penuh Palang Merah Dunia dan jaringan Bulan Sabit Merah,” menurut Stephanie Millian, Direktur Palang Merah bidang Komunikasi Biomedical. Palang Merah juga dukung fasilitas medis dan pembiayaan layanan di Gaza.
Saat warga Palestina ingin mendonorkan darahnya, mengapa mereka harus jalani penghinaan atau kebingungan? Mengapa mereka harus katakan bahwa kunjungan mereka ke rumah mereka, ke kebun ayah mereka, atau ke rumah ibu mereka adalah wisata ke Israel? Mengapa mereka harus dinistakan dan merasakan dibuat tidak sadar kemana mereka sebenarnya pergi, seakan mereka mengembara tanpa tujuan? Mengapa mereka harus ditanyai sedemikian?
Seiring selesainya pertanyaan itu, Aku (dinyatakan sebagai) warga Israel dan setengah jam lagi dijadwalkan donor darah.
Palang Merah Amerika mestinya memperbaiki database-nya atau mengumpulkan sendiri informasi terkait kesehatan warga Palestina, sehingga ke depan para pendonor darah merasa dihargai upayanya.
Sumber : http://smpalestine.com/2013/09/07/american-red-cross-to-blood-donor-are-you-sure-palestine-is-a-country/